YANG MUDA, SAATNYA BERWIRAUSAHA, SAATNYA BERAMAL


Sembilan dari pintu rezeki yang dibukakan Allah kepada umatNya adalah melalui bidang perniagaan. Maka tak salah jika seseorang yang melakakan kegiatan perniagaan ini atau lebih bisa disebut dengan pedagang memiliki rezeki yang lebih daripada seseorang yang bekerja di sektor lain.
Akan tetapi, rezeki yang kita peroleh dari bidang perniagaan ini bukanlah rezeki yang diperoleh dari cara yang menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain karena laba yang diinginkan besar. Tetapi rezeki yang diperoleh adalah rezeki yang halal.
Dalam suatu Hadist disebutkan:
Pedagang yang jujur amanatnya kelak di hari kiamat bersama-sama para Nabi, Shiddiqin & Syuhada”. (HR.Tirmidzi&Ibnu Majah)
Dalam sejarah para shahabat terdahulu sarat akan peran para pengusaha muslim yang dengan hartanya membantu perjuangan dan dakwah Islam. Bahkan bukan sesuatu yang aneh bila seorang pengusaha sukses di kalangan muslim, ia juga seorang ulama yang faqih dalam urusan agama dan politisi ulung yang piawai dalam mengurusi umat, seperti Abdurahman bin Auf r.a atau Utsman bin Affan r.a.
Bukan hanya Shahabat Nabi saja yang bergelut dibidang perniagaan. Bahkan Nabi Muhammad SAW pun piawai dalam menggeluti bidang ini. Bahkan beliau termasuk pengusaha sukses yang dikenang sepanjang zaman.
Usaha Rasulullah ini bahkan dimulai saat usia beliau masih sangat belia, saat beliau diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Di usia yang masih sangat belia inilah beliau diajarkan segala macam cara berdagang yang baik. Tentunya dengan menggunakan cara yang halal.
Dari pengalaman Rasulullah inilah yang menjadikan pribadi Rasulullah tangguh, bermental juang yang tinggi. Mental-mental inilah yang kita perlukan untuk menjadikan diri kita bermental pejuang yang tinggi seperti Rasulullah. Tentu saja mental seperti ini diperlukan jika kita ingin menjadikan diri kita sebagai pengusaha yang tangguh. Karena jika mental seperti ini tidak dimiliki oleh seorang pengusaha muda seperti kita ini, maka jika kita mendirikan sebuah usaha, maka usaha yang kita jalankan akan seperti mental kita. Mudah hancur dan akhirnya pailit. Jika mental kita tidak kuat seperti baja, maka untuk memulai usaha yang kesekian kalinya pun akan susah. Karena mindset kita sudah lemah, sehingga untuk memulainya ada perasaan takut gagal untuk usaha ini.
Padahal….
Dengan berwirausaha seperti ini, maka sebagian harta yang kita punya dapat kita infakkan untuk umat kita. Dengan berwirausaha, maka uang hasil usaha kita menjadi lebih. Apalagi usaha dengan omset yang besar. Penghasilan yang kita punyai inilah yang sebagian bisa kita infakkan untuk kemajuan umat kita agar bertambah lebih baik. Sehingga Islam di mata dunia ini kokoh dan maju dengan kebangkitan pengusaha mudanya yang dari sekarang melai bangkit.
Umat kita sungguh merindukan kehadiran pengusaha muda muslim yang berani menyuarakan perubahan. Perubahan menuju kehidupan dimana seluruh tatanannaya dibangun diatas fondasi yang selalu mengajak umat pada ketaatan kepada Sang Khaliq. Kehidupan dimana setiap orang bisa hidup layak dan sejahtera. Kehidupan yang memberikan peluang setiap orang untuk mengembangkan diri di berbagai bidang. Dan kehidupan yang akan membebaskan kita dari berhala kapitalisme-materialisme-sekulerisme yang kini menjerat kita.
Kita tahu bahwa sekarang, zaman sudah menuju zaman akhir. Banyak kondisi-kondisi umat Islam yang perlu kita ubah. Ghozwul Fikr atau yang biasa kita sebut dengan perang pemikiran. Perang pemikiran inilah yang obyeknya lebih ditujukan kepada kaum muslim muda, yang tentu jika muslim mudanya sudah terimbas pengaruh Ghozwul Fikr ini, maka akan berakibat pada kelanjutan muslim di masa mendatang.
Seperti kata Bung Karno, “Berikan saya sepuluh pemuda, maka saya bisa merubah dunia”.
Hal ini sama jika para muslim mudanya sudah terjangkiti virus-virus akibat Ghozwul Fikr, maka untuk berubah pun menjadi hal yang sulit. Hal pertama yang perlu kita wujudkan adalah merubah mindset para muslim muda untuk tetap berjuang di agama Allah.
Perjuangan ini tentu saja bukan perjuangan yang mudah. Butuh banyak bekal untuk menangkal hal ini. Salah satunya adalah dengan dana yang kita punya. Mustahil, jika kita mengadakan suatu kajian besar yang bisa menarik masa kaum muda muslim yang banyak dengan dana nol rupiah. Tentu saja kegiatan kajian ini tidak akan jalan dengan dana yang hanya nol rupiah. Berbeda dengan kajian yang berdana besar dan mengundang ustadz ternama, tentu kajian yang seperti ini, akan mengundang banyak orang yang ingin ikut mengaji di dalamnya.
Dana yang banyak, tidak bisa didapatkan jika tidak ada seseorang yang mempunyai penghasilan dan jiwa sosial yang tinggi untuk menyumbangkan sebagian uangnya tersebut.
Paling tidak jika seseorang sudah mulai berwirausaha, maka sebagian uang yang kita peroleh wajib kita zakatkan. dan untuk memenuhi sunnah Rasul pun harus kita infakkan. Infak yang biasa disumbangkan kepada lembaga yang mengurusi masalah infak ini pasti akan diserahkan kepada obyek yang tepat, misalnya untuk membantu membangun masjid atau mushola, ataupun untuk menyelenggarakan pengajian. Hal ini tentunya berguna untuk memajukan Islam di masa depan. Masa depan tidak ditentukan pada saat masa depan itu datang. Akan tetapi, masa depan ditentukan, pada saat sekarang juga. Kita pun juga, untuk meraih surga Allah tidak bisa ditempuh dengan cara yang instan, butuh perjuangan dan tenaga ekstra keras untuk mewujudkannya. Perjuangan untuk merubah kaum muslim menjadi yang lebih baik pun tidak bisa ditempuh dengan cara yang instan. Butuh perngorbanan yang dibutuhkan. Salah satunya adalah dengan uang yang kita punya. Jika kita memiliki banyak uang, maka kita tidak tanggung-tanggung untuk menginfakkan sebagian dana kita demi kemajuan Islam di masa mendatang. Memperoleh uang pun bukan perkara yang mudah dan cepat, karena tidak semua pekerjaan memperoleh hasil yang bisa digunakan untuk infak.
Untuk itulah, mari kita berlomba-lomba dalam kebaikan “Fastabiqul Khoirot”.