Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik

Sastra Melayu tidak terlepas dari sebuah cerita yang banyak berkembang di masyarakat. Pada buku ini menjelaskan mengenai sumber sejarah dan naskah cerita yang didokumentasikan dari berbagai sumber menjadi satu.



Beragam cerita dari berbagai versi sumber ditulis kembali dalam buku Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik yang ditulis oleh Dr Liaw Yock Fang dengan editor Prof Riris K Toha Sarumpaet, Ph.D dalam bahasa Melayu. Dalam buku yang diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia ini terdiri dari beragam cerita yang meliputi:
1. Kesusastraan Rakyat
2. Epos India dan Wayang
3. Cerita dari Jawa
4. Sastra Zaman Peralihan Hindu-Islam
5. Kesusastraan Zaman Islam
6. Cerita Berbingkai
7. Sastra Kitab
8. Sastra Sejarah
9. Undang-Undang Melayu Lama
10. Pantun dan Syair

Beragam cerita ada di buku ini dari berbagai sumber yang ada. Penulis menjelaskan secara gamblang beserta ringkasan cerita yang mudah dibaca dan dipahami.

Dari beberapa cerita yang ada banyak yang beredar, dibuat film, dan cerita untuk anak. Khususnya untuk kesusastraan rakyat dan kesusastraan zaman Islam.

Pada kesusastraan rakyat biasanya sering didongengkan sebelum anak tidur. Seperti kisah kancil yang memiliki banyak versi. Sedangkan untuk kesusastraan zaman Islam berupa kisah para nabi. Hanya saja tidak semua cerita, khususnya kisah nabi sama seperti kisah yang sering saya dengarkan dan baca.

Menggunakan bahasa Melayu menjadi sedikit lebih banyak untuk berpikir makna dan maksud cerita. Meskipun begitu, inti cerita dapat ditarik kesimpulan meskipun ada banyak sumber dari sebuah cerita.

#ReadingChallengeODOP
#Tantangan2Level3

Review: Vienna Charcoal Black Head Nose Pack

Komedo menjadi salah satu permasalahan kulit wajah yang membuat penampilan jadi gak pede. Meskipun bentuknya kecil, tetapi jumlahnya yang banyak membuat tampilan wajah tak halis, terutama saat memakai make up. Salah satu produk pembersih jerawat merek lokal adalah Vienna Charcoal Black Head Nose Pack.

Vienna Charcoal Black Head Nose Pack



Salah satu brand lokal ini mengeluarkan varian masker peel off yang berfungsi untuk mengangkat black head. Jadi bagi yang ingin menghilangkan white head, tak bisa jika memakai produk ini. Nah, nampolkah masker dengan harga 8 ribu ini untuk menghilangkan black head?

Klaim

Vienna Charcoal Black Head Nose Pack diklaim untuk membersihkan kulit dan mengangkat kotoran pada pori-pori, menghilangkan komedo, debu, dan sebum.



Masker hidung Vienna mengandung ekstrak bamboo yang dapat merevitalisasi dan merawat kulit. Ada juga ekstrak arang yang terkenal memiliki kemampuan daya serap dan membersihkan. Teh hijau juga digunakan dalam produk ini untuk membantu detoksifikasi kulit dan membersihkan pori-pori. Ditambah dengan Ginkgo biloba yang merupakan anti inflamasi alami untuk menyejukkan kulit.

Cara Pakai

Cara menggunakan masker hidung Vienna cukup mudah. Setelah wajah dibersihkan, oleskan masker hidung dan diamkan hingga kering. Tarik masker mulai dari ujung, dan lihat hasilnya.


Review

Vienna Charcoal Black Head Nose Pack memiliki harga yang cukup terjangkau. Wanginya pun gak terlalu menyengat dan cukup relaxing saat dipakai di hidung. Teksturnya agak lengket dan pekat dibanding dengan masker Vienna yang varian Charcoal (hitam).

Untuk menunggu masker kering kira-kira butuh waktu 30 menit. Cukup lama untuk membersihkan komedo di wajah dibanding dengan pakai pore pack.

Hasilnya cukup mengecewakan sih menurutku. Meskipun diperuntukkan menghilangkan black head, masker hidung Vienna kurang nampolkah dan black head belum bisa terangkat menggunakan masker ini.

So, produk ini tidak rekomen bagi yang ingin menghilangkan komedo di hidung.

Flash Fiction : Rencana



Tangannya menggenggam erat. Ingin ditinjunya tembok putih di hadapannya. Rahangnya tak sanggup menahan amarahnya yang memuncak.

" Kita tak bisa berdiam diri saja di sini. Lihatlah harga sembako mulai mencekik leher. Bagaimana mungkin rakyat kecil bisa bertahan hidup jika kondisinya seperti ini?", kata Roy kepada Musa.

"Lalu, apa yang akan kau lakukan Roy? Demo lagi?", tanya Roy.

"Mau bagaimana mana lagi? Mungkin dengan demo akan sedikit membuka mata hati para petinggi negara. Tapi tak hanya kita atau melibatkan universitas kita saja. Kita harus koordinasi dengan BEM SI untuk menggalang massa lebih banyak lagi. Dengan begitu sedikit banyak akan memperkuat tuntutan kita kepada pemerintah," terang Roy.

Musa, sebagai ketua BEM fakultas pun mulai menghubungi koordinator BEM SI untuk mengutarakan niatnya menggalang aksi menuntut kestabilan ekonomi masyarakat. Niatnya disetujui dan mereka akan melakukan koordinasi dengan lembaga BEM di seluruh Indonesia.

"Roy, tuntutan kita disetujui. Para ketua BEM lainnya juga sudah resah dengan keadaan ini. Secepatnya kita akan berkoordinasi dengan ketua BEM yang lainnya. Semoga berjalan lancar", jelas Musa.

"Oke, nanti akan aku siapkan beberapa draf tuntutan untuk didiskusikan dengan ketua BEM yang lain. Semoga aksi kita nantinya bisa didengar oleh pemerintah," kata Roy. 

#TugasLevel2
#onedayonepost
#readingchallengeodop

Soe Hok Gie, Potret Mahasiswa Idealis Era 60-an

Di era tahun 1960-an menjadi salah satu sejarah bagi negara Indonesia yang perlu diketahui. Selain sejarah masuknya PKI, ada satu peristiwa penting bagi sejarah Indonesia, yaitu tumbangnya rezim orde lama. Meskipun dalam sejarah lebih banyak tercatat sosok Arif Rahman Hakim (seorang mahasiswa UI yang tertembak mati saat demontrasi Tritura), ternyata ada satu mahasiswa lagi yang berperan penting dalam keruntuhan rezim Soekarno saat itu.

Sumber gambar: profesi-pnm.com


Soe Hok Gie

Merupakan seorang warga keturunan Cina. Kakek buyut Soe Hok Gie tiba di Batavia sekitar tahun 1870-an dan merupakan seorang imigran yang miskin.

Soe Hok Gie merupakan anak keempat dari Soe Lie Piet dan Nio Hoei An (Maria Sugiri). Kakak yang ketiga bernama Soe Hoek Djin (Arief Budiman) yang hanya beda hampir 2 tahun dengan Soe Hoek Gie yang lahir tanggal 17 Desember 1942.

Keluarga Soe Hoek Gie bukan merupakan keluarga yang kaya dan mendiami kawasan Kebon Jeruk, Jakarta yang merupakan kawasan kumuh yang memiliki jalan sempit dan banyak becak berlalu lalang.

Soe Hok Gie, Suka Membaca Sejak Kecil

Soe Hok Gie merupakan sosok yang suka membaca sejak kecil. Minatnya yang besar terhadap berbagai macam buku membuatnya berpikir kritis dan cukup cerdas. Hal ini bisa dibuktikan dengan nilai yang diperoleh Gie saat duduk di bangku sekolah.

Nah, bagi yang ingin seperti Gie cocok nih jika ikutan #ReadingChallengeODOP yang akan membantu meningkatkan kemampuan membaca. 

Meskipun memiliki banyak pengetahuan yang diperolehnya dari buku, sifat memberontak Gie sudah terlihat sejak duduk di bangku sekolah. Dimana saat itu guru menjadi orang yang harus dihormati dan memiliki hak prerogatif terhadap nilai siswanya.

Seorang yang Kritis dan Idealis

Pemikiran kritis Soe Hok Gie berlanjut hingga dirinya dewasa dan masuk ke Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Gie memiliki pemikiran yang kritis terhadap pemerintahan Soekarno.

Di Indonesia hanya ada dua pilihan. Menjadi idealis atau apatis.
Saya sudah memutuskan untuk menjadi idealis sampai batas sejauh-jauhnya.
(Soe Hok Gie)

Pemikirannya yang kritis dan selalu menyoroti pemerintahan Soekarno menjadikan Gie memiliki pemikiran yang kurang setuju dengan jalan politik yang dipilih Soekarno. 

Gie menyoroti kehidupan rakyat yang berada di sekitarnya. Dimana rakyat yang kaya semakin kaya, dan yang miskin menjadi semakin miskin dan hidup nestapa. Pergolakan batin yang dirasakan Gie inilah yang membuatnya selalu bertanya dan berjuang untuk kemakmuran rakyat.

Gie menjadi salah satu aktivis mahasiswa yang selalu menyuarakan pemikiran kritisnya untuk menggulingkan pemerintahan orde lama. Menurut Gie, saat pemerintahan orde lama inilah banyak terjadi penyelewengan kekuasaan, dimana banyak terjadi korupsi, sikap kediktatoran Soekarno, hingga penindasan hak rakyat.

Meskipun begitu, Soe Hok Gie mampu memisahkan kepribadian Soekarno yang gila wanita dengan kepemimpinan Soekarno yang tidak pro rakyat. Gie menganggap bahwa seorang wanita harus dihargai dan Soekarno menjadi pemimpin yang menjalani poligami dan lebih senang dengan wanita. Hal ini bisa terlihat ketika Gie mendapatkan undangan dari Soekarno untuk berdiskusi dan melihat sekretaris Soekarno yang memakai kebaya ketat dan tak pantas.

Terlebih ketika Soekarno memiliki hubungan dengan Aidit yang mulai menanamkan bibit komunis ke negara Indonesia. Perlawanan terhadap pemerintahan Soekarno kerap dilakukannya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dibanding untuk menjilat kekuasaan.

Lebih Mencintai Alam

Meskipun Soe Hok Gie merupakan seorang yang kritis, tetapi banyaknya organisasi mahasiswa saat itu seperti PMII, HMI, ataupun PMKRI tidak membuatnya tertarik untuk bergabung. Bahkan organisasi mahasiswa seperti senat mahasiswa (sekarang Badan Eksekutif Mahasiswa/BEM) bukan menjadi organisasi yang diikutinya. Gie justru mendukung temannya, Herman untuk maju sebagai ketua senat dan Gie menjadi penasehat untuknya.

Soe Hok Gie lebih menyukai gunung. Gunung bagi Gie merupakan tempat untuk menyendiri dan sebagai seorang petualang, Gie membentuk MAPALA (Mahasiswa Pecinta Alam) dan lebih sering bertualang mendaki gunung.

Seorang Atheis

Meskipun Soe Hok Gie menempuh pendidikan di sekolah dengan basic agama, seperti sekolah strada, sekolah Jesuit ataupun SMA Kanisius tak membuatnya percaya dengan keyakinan agama tertentu.

Memiliki Banyak Karya

Kegemarannya dengan membaca buku menjadikan dirinya kritis terhadap sebuah pemikiran yang menjadi pergolakan hatinya. Beberapa tulisan tentang kritikan terhadap pemerintahan banyak dimuat di surat kabar. Tak jarang namanya banyak dikenal di kalangan pembaca koran saat itu.

Soe Hok Gie memiliki pemikiran yang kuat dan dituangkannya dalam beberapa tulisan, seperti buku harian, puisi, surat, artikel, dan buku. Kesemua tulisan yang dicurahkan Soe Hok Gie merupakan pemikirannya terhadap kondisi rakyat saat masa tersebut.

Biarlah mereka yang ingin mendapat mobil, mendapatnya.
Biarlah mereka yang ingin dapat rumah, mengambilnya.
Dan datanglah kau manusia-manusia
Yang dahulu menolak, karena takut ataupun ragu
Dan kita para pejuang lama
Yang telah membawa kapal ini keluar dari badai.

Hidup adalah soal keberanian, menghadapi Jang tanda tanya
Tanpa besar kita mengerti, tanpa bisa kita menawar
Terimalah dan hadapilah
(Soe Hok Gie)

Di Bawah Lentera Merah dan Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan merupakan buku yang lahir dari buah pemikirannya. Di Bawah Lentera Merah merupakan buku karya Gie setelah menjadi sarjana dan Orang-Orang di Persimpangan Jalan Kiri merupakan karya skripsi yang dikemasnya dalam bentuk sastra.

Banyaknya artikel yang dimuat di surat kabar tak membuatnya menjadi orang yang terkenal dalam politik saat itu. Justru dari kritikan yang ditulisnya saat itu menjadikannya orang yang punya banyak musuh dibandingkan penggemar tegapnya. Meskipun begitu artikel Soe Hok Gie menjadi salah satu tonggak runtuhnya orde lama dan mulai berkuasanya orde baru.

Kisah Cinta Soe Hok Gie

Kisah cinta Soe Hok Gie tidak terlalu dijelaskan secara detail. Pemikiran tentang cinta Gie saat itu adalah sebuah nafsu belaka. Dan inilah yang tidak disukai Gie yang menganggap cinta merupakan sebuah kesoronokan. Gie berpikiran tidak menyukai seorang laki-laki yang memiliki konsep cinta yang demikian, dan inilah yang membuat Gie selalu menyoroti kehidupan istana.

Meskipun begitu, Gie pernah merasakan cinta dalam kehidupannya. Hanya saja kisah asmaranya tidak pernah berujung pada hubungan yang lebih.

Akhir Hayat Soe Hok Gie

Meskipun Soe Hok Gie memiliki andil dalam lengsernya pemerintah Soekarno dan berada di pihak Soeharto. Tetapi seiring berjalannya waktu, pemerintahan Soeharto memiliki beberapa penyelewengan yang tidak sesuai dengan hati nurani Soe Hok Gie.

Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan,
Yang kedua dilahirkan, tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua
Rasa-rasanya memang begitu, bahagialah mereka yang mati muda
(Soe Hok Gie)


Hanya saja, takdir Tuhan berkata lain. Soe Hok Gie tidak mampu lagi meneruskan perjuangan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah. Soe Hok Gie meninggal saat melakukan pendakian di Gunung Semeru. Gie mengalami kejang, menggigil, dan mengoceh tidak karuan. Ditambah lagi ketika melakukan pendakian, di malam tanggal 16 Desember 1969 kawah Gunung Semeru sedang aktif dan kelompok pendaki Gie mulai turun gunung untuk mencari perlindungan. Kondisi tersebut juga dialami oleh kawan Gie, Idham Lubis yang memiliki gejala mirip dengan Gie. Kedua sahabat tersebut berpelukan hingga kemudian meninggal terkena uap dan gas beracun. Gie meninggal dunia sebelum dia merayakan ulang tahunnya ke-27 di puncak Semeru.



Buku ini yang menjadi bacaan saya ketika mengikuti program #onedayonepost di #tugaslevel2 #level2tantangan2. Buku ini bisa dipinjam secara gratis di ipusnas.

Belajar Parenting dari Gen Halilintar

Siapa yang tak kenal dengan gen halilintar? Sebuah keluarga yang beranggotakan 13 orang dan terdiri dari ayah (Halilintar Anofial Asmid/ Pak Hali), ibu (Lenggogeni Faruk/ Bu Gen) dan 11 anak (Atta, Sohwa, Sajidah, Thoriq, Abqariyyah, Saaih, Fatim, Fateh, Muntaz, Saleha, dan Qahtan).

Sumber : Instagram @genhalilintar


Meskipun memiliki 11 anak dengan jarak usia 1,5 tahun, tak membuat kedua orangtua ini mengabaikan pengasuhan anak-anaknya. Bahkan ibu Gen tidak memiliki asisten rumah tangga ataupun pengasuh anak untuk membantu aktivitas sehari-harinya.

Sumber : Instagram @genhalilintar


Nah, ternyata ada tips khusus pengasuhan anak ala Pak Hali dan Bu Gen yang membuat seluruh anaknya sukses dan mampu menghasilkan uang sendiri di usia yang masih muda. Hal ini bisa dilihat dari 13 channel YouTube yang dimiliki oleh masing-masing personal, kecuali Bu Gen dan Pak Hali yang memiliki channel bersama (Halilintar Lenggogeni) dan satu channel keluarga yang bernama Gen Halilintar. 

Banyak keluarga Indonesia yang menginspirasi kita untuk melahirkan generasi penerus bangsa yang produktif dan berakhlak. Salah satunya adalah keluarga Gen Halilintar.

Ayah Adalah Pusat Keluarga

Dalam pengasuhan gen halilintar yang memiliki 11 anak ini memiliki sebuah rahasia sukses dalam mendidik anak-anaknya. Salah satu rahasia terbesar adalah seorang ayah harus menjadi pusat sebuah keluarga, sosok idola bagi anak, dan berperan besar dalam seluruh aspek perkembangan anak.

My Family My Team

Bisa dibayangkan dengan 11 anak dengan rentang usia yang tak jauh beda pastinya akan membuat kegaduhan setiap hari. Tetapi apakah hal ini dialami oleh keluarga yang satu ini? Pastinya iya dong, dengan banyak kepala dan banyak keinginan yang ada tak membuat keluarga ini terpecah, justru menjadikan gen halilintar menjadi sebuah tim yang solid. Keluarga ini memiliki jargon bahwa my family my team.

Meskipun tanpa asisten rumah tangga, setiap anggota gen halilintar memiliki tanggung jawab masing-masing pada setiap aktivitas yang dikerjakan. Menariknya setiap jobdesk yang diberikan kepada setiap anak merupakan passion anak. Sehingga anak tidak merasa terbebankan dengan tanggung jawab yang diembannya dan justru menjadi salah satu cara untuk mengembangkan passionnya tersebut. Jadi jangan heran, jika isi channel YouTube antar anak berbeda dengan yang lain karena didasarkan pada passion anak sendiri.

Hal ini tak hanya berlaku saat di rumah, ketika travelling pun keluarga ini tetapi memiliki tanggung jawab seperti halnya di rumah. Jadi meskipun travelling sambil membuat konten, keluarga ini tidak merasa terbebani.

Dalam proses pembuatan buku pun, seluruh pembuatan buku dikerjakan bersama. Ketika Bu Gen selesai menulis, maka anak-anak akan memilih file foto,design, hingga menerbitkan tulisan di sebuah perusahaan percetakan keluarga.

Metode Home Schooling

Meskipun beberapa anak pernah merasakan bangku sekolah formal, tetapi dalam pendidikan yang sesungguhnya keluarga ini menggunakan metode home schooling. Jadi sudah ada jadwal yang didasarkan pada passion anak. Sehingga anak lebih dikembangkan bakatnya dibanding dengan melatih baca tulis.

Dalam hal berbahasa pun, ibu Gen juga memberikan pengajaran tentang bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Tak hanya diterapkan saat anak sudah memahami bahasa ibu, bahkan saat mengandung salah satu anaknya pun ibu Gen sudah mengajarkannya bahasa Inggris, sehingga ketika sudah tumbuh besar anak sudah lancar berbahasa Inggris dan sekarang baru belajar untuk berbicara dengan bahasa Indonesia.

Keluarga High Technology

Berkembangnya teknologi yang cukup pesat inilah yang tidak menutup keluarga ini untuk menjauhkan anak dari yang namanya gadget. Gadget tetap dipakai oleh seluruh anggota keluarga dengan fasilitas internet super cepat yang ada di rumah. 

Meski begitu, penggunaan gadget tetap diarahkan ke hal yang bermanfaat (channel YouTube pribadi). Sehingga anak terus berinovasi dan berpikir kreatif tentang konten yang akan dibuat dan diunggah ke akun YouTube masing-masing. Dan menariknya, setiap anak juga sudah dibekali dengan kemampuan editing video, sehingga dari proses ide konten, pembuatan, editing, hingga proses penggunggahan mahir dilakukan oleh setiap anak. 

Orang tua hanya bertugas sebagai penasehat terhadap ide konten yang akan dibuat anak, dan jika konten yang sudah terlanjur diunggah dan terdapat ketidaksesuaian dengan visi misi keluarga, video akan diminta untuk didelete jika belum mencapai 100 ribu penonton.

Penguatan Pondasi Agama

Agama menjadi hal terpenting dalam kehidupan. Sehingga penanaman konsep agama yang lurus menjadi pilar utama dalam proses pengasuhan anak. Dengan memahami agama secara benar akan menjadi benteng yang kokoh bagi anak sekaligus filter bagi anak.


Review: Wardah Micellar Water dan Wardah Primary Skin Hydrating Booster



Wardah Seaweed merupakan varian Wardah terbaru yang diperuntukkan seluruh jenis kulit. Jadi, saya mencoba dua varian Wardah Seaweed, yaitu Wardah Seaweed Cleansing Micellar Water dan Wardah Primary Skin Hydrating Booster. Nah, untuk memperjelas kembali kedua produk tersebut. Begini review singkatnya.

Wardah Seaweed Cleansing Micellar Water

Micellar Water menjadi salah satu tren first Cleansing yang cukup ampuh untuk membersihkan make up dan cukup ringkas saat dibawa travelling. Wardah sendiri mengeluarkan produk ini dengan dua netto yang bisa dipilih. Netto 100 ml dan 200 ml. Untuk yang netto 100 ml sendiri dijual dengan harga kisaran 20-25 ribu rupiah. Cukup terjangkau banget.



Untuk klaimnya sendiri Wardah Micellar Water dapat membersihkan wajah dan make up dengan sekali usap tanpa membuat kulit berminyak. Nah, keunggulannya adalah adanya kombinasi kandungan ekstrak rumput laut dan ekstrak mentimun sebagai soothing. Jadi yang aku rasain setelah pakai produk ini tak bikin kering, langsung bersih, dan cukup menenangkan di kulit (soothing) setelah pakai dempul.

Hanya saja, untuk rutinitas skincare malam ada baiknya tetap menggunakan milk cleanser atau oil cleanser agar sisa skincare terutama sunscreen dapat terangkat. Karena dalam produk ini hanya diklaim untuk membersihkan wajah, bukan membersihkan kotoran pada wajah. Jadi daripada kondisi kulit kurang bersih setelah pakai micellar water, ada baiknya dibersihkan kembali sebelum melakukan second cleansing.


Wardah Primary Skin Hydrating Booster

Jadi kebingunganku ada produk ini antara sejenis primer atau sejenis toner. Karena cara pakainya dengan menepukkan produk ke wajah dan dipakai setelah wajah dibersihkan. Jadi aku gunain produk ini sebagai toner menggantikan Wardah Hydrating Toner yang pernah sempat hilang dari peredaran di pasaran. 

Produk ini cukup terjangkau dengan isi 100 ml hanya seharga 27 ribuan. Biasanya aku gunain setelah wajah dibersihkan sebelum pakai FTE atau serum.



Klaim produk ini dapat mempertahankan kelembaban kulit dan menjadikan kulit terasa lembut, halus, dan tetap lembab. Bagi yang tak ingin kulit wajahnya dehidrasi wajib coba produk ini.

Menurutku, produk ini cukup manjur untuk melembabkan wajah dibandingkan dengan Wardah Hydrating Toner. Dengan tekstur tak begitu kental, cukup awet untuk dipakai 2-3 bulan.

Resensi Buku : Parent With No Property



Judul Buku              : Parent With No Property
Penulis                     : Han Hee Seok
Penerjemah            : Rencidiptya
Penerbit                   : B First (PT Bentang Pustaka)
Tahun Terbit           : 2013
Tebal Buku              : xiv + 234 hlm; 20,5 cm
ISBN                          : 978-602-8864-76-3

Buku ini menceritakan tentang seorang ayah miskin dari Korea yang bernama Han Hee Seok yang berusaha memberikan pendidikan yang tepat untuk anak sulungnya, Geoul. Kondisi ekonomi yang menghimpit keluarga ini tak serta-merta membuat Han berkecil hati dengan prestasi anaknya di sekolah. Geoul yang sejak SD hanya menduduki peringkat terbawah di kelasnya mulai SMP mampu menunjukkan prestasi akademisnya dengan menduduki peringkat satu paralel.

Ada yang bilang bahwa setiap anak yang lahir pasti membawa piring nasinya sendiri. Meski mengecewakan, harus diakui bahwa itu hanya ada di generasi zaman dulu. Dan pada generasi sekarang ini, anak tidak lahir dengan membawa piring nasinya sendiri. Aku sangat terlambat menyadarinya.

Meskipun hidup dalam keterbatasan, Han tidak pernah berputus asa untuk memberikan pendidikan. Han rela berkeliling perpustakaan dan bertanya ke beberapa orang tentang bagaimana cara belajar untuk anak sulungnya. 

Teruslah mencari kesempatan untuk berbicara kepada anak. Kala lelah, putus asa, ataupun bahagia. Biarkan anak menikmati proses kebersamaan dengan orangtuanya. Buat mereka merasa bahwa kita - orang tuanya - akan selalu ada.

Parent With No Property merupakan buku yang mendapat penghargaan terbaik dari Departemen Pendidikan dalam Kontes contoh pendidikan anak yang sukses tanpa menggunakan pendidikan khusus. 

Han Hee Seok merupakan seorang penulis novel yang miskin dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, Han juga bekerja sebagai buruh kasar bangunan. Detil cerita diuraikan dengan sangat apik dan sangat menginspirasi para orang tua untuk membuat anaknya berprestasi. 

Hasil tak akan mngkhianati proses

Menjadi sebuah perjuangan sang ayah dan anak untuk menikmati segala proses dan kemudian berhasil memetik hasilnya. Penulis menuangkan bentuk tulisannya tidak menimbulkan spoiler yang berlebihan. Bahkan di bagian akhir buku, penulis menggambarkan perasaan, tingkat laku dan pikiran yang membuat pembaca penasaran dengan akhir kisahnya.

Pada bagian profil pengarang disebutkan bahwa isi buku memang kejadian yang dialami oleh penulis. Tapi yang saya bingung, di bagian identitas buku tertulis buku masuk dalam kategori fiksi biografis Korea. 

Meskipun begitu, pengalih bahasa yang tertulis sangat mantap dan rasanya saya tak seperti membaca buku terjemahan. Dan sangat mengalir tanpa harus repot membolak-balik halaman sebelumnya.

Bagi yang lagi mencari inspirasi tentang pendidikan anak, buku ini sangat rekomen banget.