Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang kini tak hanya diderita oleh orang lanjut usia saja. Bahkan kini, hipertensi sudah ditemukan kasusnya pada anak. Tak hanya membahayakan bagi diri sendiri, kasus hipertensi pada ibu hamil juga dapat berakibat fatal bagi janin yang dikandung.
Dampak dari hipertensi tak hanya merusak jantung saja, tetapi juga organ lain, seperti ginjal dan otak. Bahkan tekanan darah tinggi juga bisa menyerang seluruh organ tubuh yang memiliki alirah darah.
Kalau dilihat dari komplikasi yang ditimbulkan, pastinya sangat berbahaya untuk tubuh. Bahkan, hipertensi termasuk ke dalam penyakit mematikan di dunia. Hal ini tentunya harus dicegah agar penyakit yang termasuk dalam the silent killer ini tidak dapat menyerang diri kita.
Apakah hipertensi dan mengapa disebut the silent killer?
Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana tekanan darah dalam tubuh lebih dari 140 mmHg (sistolik) dan lebih dari 90 mmHg (diastolik) pada saat istirahat.
Kondisi ini memungkinkan terjadinya komplikasi dan yang paling sering terjadi, kasus hipertensi sering disandingkan dengan kasus diabetes melitus. Bahkan sekarang, penderita hipertensi juga banyak yang juga menderita covid-19.
Penyakit ini termasuk ke dalam global burden of disease. Hal ini karena seluruh negara di dunia memiliki kasus hipertensi. Dan yang perlu kita ketahui bahwa Indonesia termasuk dalam 5 besar jumlah penderita hipertensi di dunia.
Tingginya kasus hipertensi yang ada di dunia ini karena penyakit ini merupakan penyakit yang tidak memiliki gejala. dr Tunggul G. Situmorang, Sp-PD-KGH, Dipl./M.Med.Si selaku narasumber webinar "Fight Hypertension" yang juga President Indonesian Society of Hypertension (inaSH) menyebutkan bahwa penderita hipertensi yang sudah merasakan gejala biasanya termasuk hipertensi akut dan sudah parah.
Hal inilah yang kemudian menjadi sebab mengapa hipertensi disebut sebagai "the sillent killer". Akibat terlambatnya deteksi dini hipertensi membuat terlambatnya penanganan hipertensi. Sehingga banyak kasus hipertensi yang sudah parah dan sulit ditangani, sehingga membuat penderitanya meninggal dunia
Gejala hipertensi yang biasa dialami penderitanya adalah:
1. Sakit kepala
2. Sakit dada
3. Berdebar-debar
4. Letih
5. Penglihatan kabur
6. Tengkuk sakit
7. Sesak nafas
8. Kepala berputar
Kondisi tersebut dipicu karena beragam penyebab. Adapun faktor risiko yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi adalah:
1. Konsumsi garam
Konsumsi garam yang berlebihan ternyata bisa memicu hipertensi. Disarankan untuk tidak mengonsumsi garam lebih dari 2.300 mg dalam sehari.
Nah, ternyata konsumsi garam ini sering tidak kita sadari. Misalnya, saja kita mengonsumsi mie instan. Dari beberapa mie instan yang saya lihat, ternyata kandungan garam (natrium) yang terkandung melebihi setengah dari jumlah AKG (Angka Kecukupan Gizi). Kalau dalam sekali makan kita sudah menghabiskan 2 bungkus mie, tentunya kita harus memikirkan dampak yang akan terjadi bukan?
2. Usia
Dari data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018 menunjukkan bahwa semakin tinggi usia seseorang ternyata makin besar probabilitas untuk menderita hipertensi. Selain itu, tren hipertensi berubah saat memasuki usia lanjut. Jika pada usia produktif lebih banyak diderita oleh kaum pria, ternyata setelah memasuki menopause, hipertensi banyak diderita oleh kaum wanita.
3. Obesitas
Kelebihan berat badan meningkatkan risiko seseorang untuk terkena hipertensi. Jadi, ada baiknya untuk segera menghitung IMT (Indeks Massa Tubuh) ya? Caranya, cukup dengan mengkuadratkan tinggi badan dalam meter dan dibagi dengan berat badan dalam kilogram. Jika hasilnya lebih dari 30, maka termasuk golongan obesitas dan perlu waspada.
4. Genetik
Jika memiliki orangtua yang juga menderita hipertensi, ada baiknya untuk selalu waspada dan sering melakukan pemeriksaan kesehatan.
5. Stres
Jika tubuh dalam kondisi stres akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi. Jadi, ada baiknya untuk mengelola stres ya?
Selain kelima faktor risiko di atas, ternyata ada faktor penyulit lain yang meningkatkan risiko hipertensi, yaitu:
1. Merokok dan minum minuman beralkohol
2. Malas gerak
3. Malnutrisi, baik kurang nutrisi maupun kelebihan nutrisi.
Bagaimana cara mendeteksi hipertensi?
Hipertensi termasuk penyakit yang pemeriksaan termasuk yang paling murah dan cepat. Bahkan beberapa organisasi banyak yang sering mengadakan tensi gratis. Kalaupun tidak menemukan yang gratis, setidaknya untuk melakukan tensi tidak perlu membayar lebih dari 5 ribu rupiah.
Hanya saja untuk melakukan pemeriksaan darah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Penggunaan alat
Untuk mengukur tekanan darah digunakan tensimeter. Hanya saja, untuk sekarang ini penggunaan tensimeter raksa tidak direkomendasikan karena hasilnya yang kurang akurat dan bisa mencemari lingkungan.
Untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah direkomendasikan untuk menggunakan tensimeter digital. Dan sekarang ini, sudah banyak macam tensimeter digital yang digunakan untuk pemeriksaan kesehatan.
Saat kehamilan kemarin pun saya cukup takjub dengan tensimeter yang digunakan. Hanya dengan memasukkan lengan dan hasilnya akan langsung terbaca beberapa saat kemudian. Hal ini tentunya juga sangat membantu petugas kesehatan, karena akan meminimalisir kesalahan, terutama saat pasien yang dilayani cukup banyak.
2. Sebelum melakukan pemeriksaan
Ada baiknya sebelum melakukan pemeriksaan tekanan darah untuk tidak mengonsumsi obat jenis apapun. Selain itu, hindari merokok dan meminum minuman beralkohol. Hal ini dikarenakan tekanan darah yang diperiksa akan cenderung tinggi, sehingga tidak akurat untuk didiagnosa sebagai penyakit hipertensi.
Selain itu, ada baiknya sebelum melakukan pemeriksaan tidak dalam kondisi yang lelah dan sudah tidur cukup pada malam harinya.
3. Saat melakukan pemeriksaan
Saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
- Tidak menahan buang air kecil/buang air besar
- Duduk dengan kondisi rileks dan tidak tegang
- Tidak mengenakan pakaian yang ketat
- Tidak diajak ngobrol atau tidak berbicara
- Ruangan yang digunakan dalam kondisi yang tenang.