Tampilkan postingan dengan label Parenting. Tampilkan semua postingan

Anakku Mengompol?



Meskipun di usia 2 tahun syaraf otot springer anus anak sudah matang. Bukan berarti anak bisa terbebas dari masalah ompol. Terkadang secara tidak sadar anak masih mengompol, sehingga membuat ibu marah. Hal inilah yang akan mencederai fitrah anak. Beberapa masalah yang akan timbul ketika anak tercederai:

a. Keras kepala
b. Melakukan sesuatu tanpa memikirkan orang lain (egois)
c. Kikir, karena terdidik menjadi orang yang tidak pernah melakukan kesalahan
d. Anak menjadi malu

Agar anak tidak memiliki sifat-sifat di atas, sudah selayaknya orang tua memberikan respon yang tepat ketika anak mengompol. Sehingga fitrah seksualitas anak dapat dipupuk dan kehidupan seksualitas anak tidak terganggu.

Beberapa tips yang bisa dilakukan ibu ketika anak mengompol:

a. Tidak mengeluarkan emosi negatif

Sebagian orang tua akan merasa sangat kesal ketika mengetahui anaknya mengompol. Kekesalan orang tua akan meluap dengan berbagai manifestasi yang cenderung kepada emosi negatif. Emosi negatif yang sering anak terima akan memberikan manifestasi buruk pada diri anak. 

Anak tidak hanya akan mengalami trauma, anak juga akan memiliki perangai negatif jika hanya ada cercaan pada dirinya. Anak akan mengalami kemunduran mental akibat sering dicerca dan dimarahi. Saat anak ingin buang air, anak cenderung akan malu mengatakan kepada orang tua karena takut dimarahi. Sehingga anak akan mengompol dan hal ini akan terus menerus terjadi pada diri anak karena tidak adanya rasa percaya diri pada anak.

b. Berikan teladan

Memberikan teladan yang baik ketika anak akan buang air menjadi modal awal pembentukan jati diri anak. Selain untuk membentuk rasa percaya diri pada anak, juga akan membantu anak dalam mengenali adab ketika anak buang air.

Memberikan teladan bukan dengan cara anak diikutkan ketika orang tua akan buang air. Tetapi bisa dengan membacakan cerita atau kisah teladan. Ataupun memberikan contoh saat orang tua hendak memasuki kamar mandi sesuai syariat agama. Teladan yang diterima anak akan masuk dan diterima oleh otaknya, sehingga menjadi sebuah sikap dan kebiasaan hingga anak dewasa kelak.

c. Apresiasi anak ketika sudah buang air di tempat yang tepat

Apresiasi yang diterima anak akan mempengaruhi rasa percaya diri yang diterima anak. Saat apresiasi diterima anak, anak akan diakui keberadaannya. Sehingga timbul sikap terbuka, tanggung jawab, dan percaya diri pada anak.

Beberapa ungkapan bisa diberikan kepada anak. Misalnya,
Hebat sekali kamu nak, sudah bisa cebok sendiri di kamar mandi..
Atau
Anakku pintar, besok kalau mau pipis langsung ke kamar mandi ya..

d. Tidak memberikan minuman yang berlebih ketika hendak tidur

Memberikan terlalu banyak minuman kepada anak ketika hendak tidur akan mempengaruhi pola tidur anak karena sering terbangun akibat anak ingin melakukan buang air. Jika anak diberikan minuman manis (seperti sirup atau teh) ketika hendak tidur, anak akan lebih sering melakukan buang air karena kadar glukosa dalam darahnya meningkat. Hingga tak jarang anak akan mengompol di tempat tidur.

Memberikan cukup minuman akan membantu anak dalam proses tidurnya. Air putih menjadi alternatif terbaik minuman yang diberikan kepada anak ketika hendak tidur. Selain itu, jika anak masih belum disapih. Memberikan air putih dapat menjadi pilihan kedua dalam usaha ibu menyapih anak.

e. Membiasakan buang air sebelum tidur/bepergian

Pembiasaan yang dilakukan kepada anak akan membekas di pikiran anak. Sehingga menjadi kebiasaan anak dan akan rutin dilakukan anak. Membiasakan buang air pada anak harus dilakukan sejak dini karena akan terpatri pada diri anak.

Orang tua juga harus memperbanyak diri bersikap sabar kepada anak. Adakalanya anak enggan diajak untuk buang air, sehingga perlu cara jitu untuk meruntuhkan pendirian anak. Orang tua bisa membujuk anak atau berkisah kepada anak. Dan yang terpenting tanpa adanya embel-embel hadiah atau hukuman ke anak.

Sex Education dan Fitrah Seksualitas Anak (part 1)



Pemberian sex education harus dilakukan sejak dini kepada anak. Saat anak lahir di dunia anak sudah memiliki fitrah yang sudah terinstal oleh Sang Pencipta. Sebagai orang tua, pemegang amanah terbesar dariNYA harus menjaga fitrah dan menumbuhkannya sesuai perkembangan usia anak.

Cedera fitrah pada anak akan sangat berpengaruh kepada perkembangan anak ketika telah mencapai masa aqil balighnya. Anak yang tercederai fitrahnya dapat mempengaruhi kehidupan sehari-harinya dan kehidupan sosialnya.

Fitrah seksualitas menjadi salah satu fitrah yang harus ditumbuhkan oleh orang tua sejak dini. Saat fitrah seksualitas tumbuh sesuai dengan perkembangan usia anak, maka saat anak mencapai usia aqil baligh, anak dapat bertanggung jawab terhadap identitas seksual yang telah Allah berikan kepadanya.

Sex education tak hanya memberikan pemahaman kepada anak mengenai kehidupan seksualnya. Dengan sex education juga anak akan belajar tentang aqidah dan keimanan, ibadah, dan juga tentang akhlak. Sehingga kelak anak akan menjadi manusia yang beradab dan jauh dari segala kejahatan dan perilaku seksual menyimpang.

Peran orang tua dalam menumbuhkan fitrah seksualitas anak harus terus dijalankan. Meskipun fitrah akan terlihat dengan sendirinya, orang tua dan lingkungan harus tetap terlibat agar pertumbuhannya baik sesuai dengan tahapannya.

Bagaimana jika fitrah seksualitas anak tercederai?

Pengaruh lingkungan dan kurang pedulinya orang tua terhadap kehidupan seksualitas anak dapat menyebabkan fitrah seksualitas anak terlewat bahkan cedera. Berbagai permasalahan muncul sebagai akibat dari fitrah anak yang tercederai. Sebagai contoh, anak yang tinggal di lingkungan lokalisasi memiliki skema pemikiran bahwa melakukan hubungan seksual di luar pernikahan merupakan hal yang wajar. Sehingga tak jarang anak di lingkungan lokalisasi akan melanjutkan hidupnya sebagai pelaku yang terlibat di daerah lokalisasinya.

Tazkiyatun nafs atau pensucian jiwa menjadi salah satu cara untuk mengembalikan fitrah seksualitas anak yang sudah tercederai. Tazkiyatun nafs bertujuan agar ruh dan hati menjadi lebih bercahaya. Sehingga orang tua yang telah melakukan tazkiyatun nafs akan lebih mudah mengembalikan fitrah seksualitas anak yang tercederai atau menyusulkan fitrah anak yang terlewatkan.

Saat tazkiyatun nafs ini berhasil, akan nampak perubahan yang berdampak pada makin menguatnya rasa optimisme dan rasa rileks sekaligus semangat dalam memperbaiki diri. Sehingga saat tazkiyatun nafs ini berhasil, orang tua dan anak akan merasakan dampak yang positif dalam kehidupannya.

Dengan tazkiyatun nafs yang dilakukan oleh orang tua akan berdampak pada kesadaran orang tua dalam mendampingi dan mendidik anak. Dalam hal ini, sex education menjadi kunci dalam menumbuhkan fitrah seksualitas anak.

Saat proses tazkiyatun nafs ini berhasil, hal yang merasakannya pun tak hanya oleh salah satu orang saja. Selain diri sendiri yang bisa merasakan dampak dari pensucian jiwa ini. Anak juga akan mendapatkan pendidikan yang selayaknya ia dapatkan sesuai dengan perkembangan usia anak. Pasangan pun juga akan merasakan dampaknya. Jiiwa menjadi tenang, lebih bebas dam merdeka, dan tidak takut terhadap apapun selain kepada Allah. Sehingga diri sendiri bisa menghadirkan rasa optimisme dan rileks dan harapaan tertingginya hanya digantungkan kepada Allah.

Tahapan Fitrah Seksualitas Anak dan Cara Pemberian Sex Education

Fitrah seksualitas harus ditumbuhkan sedini mungkin. Bahkan saat anak masih bayi dan belum mampu berbicara dan berjalan, orang tua harus mulai menumbuhkan fitrah seksualitas anak.

Pemberian sex education pada anak harus disesuaikan dengan perkembangan usia anak. Anak yang mengerti dan memahami tentang dunia seksualitasnya akan lebih bertanggungjawab terhadap identitas seksual yang telah diberikan kepadanya. Sehingga penyimpangan terhadap fitrah seksualitas anak dapat dihindari.

Sex Education pada Anak Usia 0-2 Tahun

Jika banyak anggapan bahwa sex education dimulai saat anak menginjak usia baligh, maka anggapan tersebut kurang tepat. Sex education bisa dimulai sejak anak lahir di dunia.

Pada tahap awal inilah pembentukan fitrah seksualitas anak di mulai. Dari tahap awal ini nanti fitrah seksualitas, fitrah keimanan, dan fitrah perkembangan anak mulai terbentuk.

Menyusui, Langkah Pertama Sex Education pada Anak

Menyusui menjadi langkah awal pendidikan seksualitas pada anak. Dengan menyusui, maka fitrah anak mulai terbentuk. Saat menyusui inilah, anak akan merasakan kenikmatan menghisap ASI melalui puting ibu. Di sinilah cikal bakal fitrah seksualitas anak mulai terbentuk.

Menyusui secara langsung selain memiliki beberapa manfaat bagi ibu dan anak juga bisa menumbuhkan fitrah keimanan pada anak. Dengan menyusui langsung, anak belajar mengenal keimanan untuk yang pertama kalinya. Sehingga bisa menguatkan perkembangan fitrah seksualitas pada anak kelak di usia aqil balighnya.

Selain itu, dengan menyusui secara langsung diharapkan anak dapat mengetahui batasan aurat sejak dini. Pada saat menyusui, hanya anak yang disusui sajalah yang diperbolehkan melihat aurat ibu bagian atas. Jika memiliki anak sebelumnya (baca: kakak), sang kakak tidak diijinkan melihat aurat ibu bagian atas dan menyusui hanya dilakukan dan dinikmati oleh ibu dan anak bayinya saja. Sehingga terjalin keintiman hubungan antara ibu dan anak bayinya dan di sinilah bonding anak dan ibu terbentuk.

Penguatan bonding antara ibu dan anak pun mulai tumbuh dengan menyusui secara langsung. Bagi anak laki-laki, bonding akan berpengaruh di usia aqil balighnya, anak laki-laki sudah memiliki cinta pertamanya, yaitu dengan ibunya. Sehingga anak akan terhindar dari bahaya pergaulan dengan lawan jenis hingga kepada terhindarnya anak pada penyakit menular seksual, terlebih khusus penyakit HIV/AIDS. Sedangkan bagi anak perempuan, menyusui secara langsung akan berdampak selain untuk meningkatkan rasa kepuasan anak juga untuk mengajarkan sifat feminin pada anak.

Penguatan bonding ini tidak hanya akan dirasakan saat anak masih berusia dini saja. Penguatan bonding akan berasa ketika anak mencapai usia aqil baligh. Tentunya di sini banyak manfaat yang dirasakan anak dan ibu. Sehingga hubungan birrul walidain antara anak dan ibu akan terjalin hingga ajal menjemput.

Bagaimana jika sang ibu tidak bisa menyusui secara langsung?

Beberapa penelitian terbukti bahwa dengan menyusui, kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi. Selain itu, banyak manfaat lain yang bisa dirasakan ibu dan anak.

Menyusui merupakan sebuah kemampuan alami yang dimiliki oleh seorang ibu. Jadi, tidak ada alasan bagi seorang ibu untuk tidak memberikan anugerah dari Allah dengan memberikan susu formula pada anaknya. Secara alami, ASI terbentuk bergantung pada kebutuhan bayi akan ASI (supply on demand). Semakin banyak ASI yang dikeluarkan, maka semakin banyak pula produksi ASI.

Bagi ibu pekerja memberikan ASI perah jauh lebih banyak manfaatnya dibanding dengan memberikan susu formula. Selain produksi ASI bisa terjaga, saat ibu pekerja kembali ke rumah bisa menikmati romantisme dengan anak dengan menyusui secara langsung.

Sex Education, Penting Atau Sia-Sia?



Sex education atau yang biasa lebih dikenal dengan nama pendidikan seksualitas menjadi pendidikan yang vital bagi kehidupan anak saat berusia baligh kelak. Dengan sex education ini, anak bukan diajarkan tentang apa itu seks yang sering dianggap tabu oleh masyarakat, atau bukan diajarkan tentang bagaimana cara berhubungan seks. Tetapi dengan sex education ini, anak diharapkan dapat bertanggungjawab terhadap kehidupan seksualitasnya sendiri, sehingga anak bisa terhindar kehamilan tidak diinginkan hingga pada terhindarnya infeksi menular seksual (IMS), terutama HIV/AIDS.

Berbicara tentang sex education bukan tentang agama dan budaya dalam masyarakat saja. Sex education pun berkaitan luas dengan kehidupan sosial dan kesehatan seseorang. Bahkan dengan sex education, pemerintah banyak menggalakkan program seksualitas dan kesehatan reproduksi pada anak usia sekolah.

Sex Education dan Permasalahannya dalam Masyarakat

Sex education sering dianggap tabu oleh sebagian masyarakat. Bahkan ketika sex education masuk dalam ranah pendidikan formal pun pengajar kurang memberikan pendidikan seksualitas yang baik dan benar. Dalam lingkup keluarga di rumah pun, pendidikan seksualitas harus diajarkan kepada anak sejak dini. Bukan hanya diberikan ketika anak sudah mengalami masa pubertas atau lebih dari itu.

Anggapan tabu pendidikan seksualitas pada anak menyebabkan anak mencari informasi sendiri tentang apa yang ingin anak ketahui tentang kehidupan seksualitasnya. Anak akan terus mencari sumber informasi melalui internet atau melalui temannya, tanpa anak tahu informasi yang diperolehnya benar atau tidak. Informasi yang kurang tepat inilah yang akan menyebabkan berbagai macam permasalahan kehidupan seksualitas anak.

1. Adanya Orientasi Seksualitas Anak yang Tidak Sesuai dengan Fitrahnya

Maraknya LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) menyebabkan trend gaya hidup anak pun mengikuti. Banyaknya acara televisi yang menampilkan sosok lemah gemulai pada diri seorang laki-laki membuat persepsi masyarakat, terutama remaja menjadi berubah. Seorang laki-laki yang harusnya bersikap maskulin, jika bersikap feminin. Maka dianggap wajar oleh masyarakat di zaman sekarang.

Adanya pengaruh buruk dari masyarakat yang cenderung permisif pun menjadikan anak yang kurang mendapat pendidikan seksualitas yang baik akan mudah ikut tergerus arus pergaulan dalam masyarakat.
Tidak tahunya ada terhadap identitas seksualnya sejak dini akan mengakibatkan kegalauan anak ketika memasuki usia baligh. Sehingga dengan mudahnya anak beralih identitas seksual yang telah dimilikinya dan hal inilah yang akan mencederahi fitrah seksualitasnya.

2. Kehamilan Tidak Diinginkan di Usia Dini

Indonesia yang menjunjung tingggi budaya ketimuran, kini mulai sedikit demi sedikit mengikuti budaya kebaratan yang memperbolehkan adanya pergaulan bebas. Anak yang kurang mendapat kasih sayang dari orang tua dan tidak mendapat pendidikan seksualitas yang baik akan cenderung lebih mudah terpengaruh oleh derasnya pergaulan di luar rumah. Hingga tak jarang tren pacaran anak zaman sekarang pun berubah.

Tren pacaran anak zaman sekarang yang cenderung permisif akan memperbolehkan pacarnya untuk melakukan KNPI (Kissing, Necking, Petting, Intercourse). Budaya barat yang terus menerus menggerus budaya ketimuran di Indonesia, kini banyak dilakukan oleh anak di bawah umur. Hingga tak jarang banyak anak di masa sekolahnya harus putus sekolah karena hamil.

Kehamilan di usia dini inilah yang menyebabkan banyaknya masalah lainnya yang akan mengikuti. Jika anak yang belum siap mental dan fisiknya untuk hamil, maka akan berpengaruh pada janin yang dikandungnya. Jika anak tidak mengehendaki janinnya, maka anak akan menggugurkan janin dengan cara yang kurang aman. Selain berpengaruh pada janin yang akhirnya meninggal, masalah seperti kematian pada yang mengandung pun harus diwaspadai. Kalaupun janin yang dikandung tidak meninggal, maka akan mengakibatkan janin yang dikandung mengalami kecacatan setelah dilahirkan.

Jika lebih memilih mempertahankan kehamilan juga akan berpengaruh pada diri ibu dan anaknya. Seseorang yang hamil terlalu muda akan berakibat pada kematian ibu di usia muda, ataupun kurang pemahaman dengan perawatan anak setelah melahirkan. Selain bayi yang dilahirkan kurang perawatan, masalah lain seperti gejolak ibu setelah melahirkan di usia muda pun akan bertambah.

Di masyarakat, menikah sebelum melahirkan banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat. Jika kedua pasangan tidak memiliki fisik dan mental yang kuat sebelum mrnikah. Maka akan timbul berbagai masalah dalam pernikahannya, dan paling berat akan memunculkan perceraian antar pasangan.

3. Merebaknya Infeksi Menular Seksual (IMS)

Lingkungan sosial yang cenderung permisif akan menyebabkan mudahnya seseorang melakukan pergaulan bebas. Anak akan cenderung bergonta-ganti pasangan ataupun melampiaskannya ke tempat-tempat lokalisasi dan karaoke. Sehingga tak jarang kita temukan makin meningkatnya prevalensi penyakit menular seksual. Seperti gonorhea ataupun clamidia. Bahkan infeksi seperti HIV/AIDS sudah banyak menyerang remaja yang bukan keturunan anak pengidap HIV/AIDS.

Tentu saja hal ini harus diwaspadai para orang tua akan pergaulan anaknya. Pendidikan seksualitas bukan hanya diberikan oleh sekolah atau lembaga lain yang berwenang. Tetapi, peran orang tua di masa muda anak harus lebih dipahami anak dengan terbuka dan benar.

Menyapih dengan Cinta

Bagi seorang ibu yang tengah menikmati romantisme di kala menyusui kadang menjadi dilema saat anak sudah saatnya untuk disapih. Terkadang ibu merasa tidak rela waktu intim bersama anak menjadi terbuang karena anak harus disapih karena anak sudah berumur lebih.


Di saat umur anak mendekati 2 tahun, banyak ibu yang ragu saat akan menyapih anak. Selain karena sudah nyaman, ibu terkadang tidak tega saat anak tidak lagi menyusu kepada ibu. Karena ketidaktegaan inilah timbul keraguan akan menyapih anak, sehingga anak disapih di saat umur anak sudah lebih bahkan saat anak mendapat gelar kakak.

baca juga : Menyusui dan Menyapih 

Menyapih, bukan hanya perkara untuk mentaati perintah Rabb. Menyapih juga akan mengajarkan banyak hal kepada anak kita dan bermanfaat bagi ibu.

1. Menyapih Mengajarkan Kemandirian

Saat anak mulai disapih, secara tidak langsung anak akan belajar tentang kemandirian. Selain anak sudah tidak lagi tergantung pada ibu saat hatinya tidak tenang, dengan disapih anak akan mulai beradaptasi dengan lingkungan luar saat tidak di dekat dengan ibu. Sehingga, anak akan mudah beradaptasi dan survive di lingkungan luarnya.

Dengan anak disapih, anak juga akan belajar tentang kemandirian terhadap beberapa hal sesuai tahapan perkembangan anak.

2. Menyapih Merupakan Bentuk Cinta Ibu dan Anak

Menyapih dengan cinta bukan berarti anak kehilangan cinta dari ibunya. Menyapih merupakan landasan utama bonding antara ibu dan anak. Sehingga meskipun anak berada jauh dari ibunya, anak akan memiliki kedekatan dengan ibunya.

3. Menyapih Mengajarkan Anak untuk tidak Memaksa

Menyapih dengan cinta merupakan suatu kerelaan ibu dan anak dalam menyudahi romantisme berdua. Menyapih akan melepaskan satu dengan yang lain tanpa paksaan. Dengan menyapih inilah anak belajar tentang kerelaan tanpa paksaan dan keikhlasan. Sehingga di masa usianya yang terus bertambah, anak akan memahami tentang makna cinta adalah sebuah keikhlasan dan ketulusan, bukan sebuah paksaan.

4. Menyapih Merupakan Bukti Ketaatan pada Rabb 

Menyusui merupakan sebuah syariat dari Rabb kepada setiap ibu yang telah melahirkan anaknya. Seperti menyusui, menyapih merupakan sebuah proses ketaatan kepada Rabb. Dengan menyapih inilah anak akan diajarkan tentang aqidah berdasarkan pemahaman sesuai usianya. Dengan menyapih inilah diharapkan anak mulai berkembang fitrah keimanannya.

5. Menyapih Menghindarkan Ibu dari Mastitis

Mastitis merupakan satu hal yang paling ditakutkan seorang ibu ketika menyusui. Dimana saat produksi ASI melimpah dan pengeluaran ASI kurang optimal, menyebabkan kondisi ibu berada pada kondisi yang kurang fit.

Menyapih dengan cinta akan menghindarkan seorang ibu dari sakitnya mastitis, sehingga saat proses menyapih berhasil ibu tak perlu khawatir akan merasakan sakit karena mastitis.



Bagaimanapun, menyapih bukan keberhasilan salah satu individu saja, tetapi menyapih merupakan hasil kerjasama dari ibu dan anak selama proses menyusui.

Membangun Kepercayaan pada Diri Anak



Orangtua harusnya memberikan perlindungan dan kenyamanan pada diri anak. Sehingga anak merasa aman dan nyaman saat berada di sisi anak. Anak akan mengenal dekat orangtua, sehingga saat dewasa kelak anak tak menghindar dari orangtua. 

Bonding yang Kuat kepada Anak

Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk memperkuat ikatan dengan anak. Meskipun banyak cara, tetaplah menggunakan  berbagai cara tersebut semuanya dalam memperkuat bonding anak. Dan untuk memperkuat bonding anak harus dilakukan sejak dini.

1. Menyusui Langsung
Menyusui langsung terbukti dapat memperkuat bonding anak dan orangtua. Meski hanya berlangsung selama 2 tahun, bonding yang dihasilkan akan melekat hingga anak dewasa dan menikah.

2. Menghabiskan Waktu Bersama
Menghabiskan waktu bersama bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Selain untuk memperkuat bonding, menghabiskan waktu bersama juga sebagai stimulus perkembangan anak.

Banyak kegiatan yang bisa kita lakukan bersama anak. Bisa dengan mengikutkan kegiatan kita yang ramah anak. Atau dengan merencanakan kegiatan khusus untuk anak.

3. Reading Aloud
Membacakan nyaring selain untuk menambah kosakata anak, juga untuk mrnambah khazanah pengetahuan anak. Membacakan nyaring juga tak hanya dilakukan saat anak belum bisa membaca. Membacakan nyaring bisa dilakukan orangtua kepada anak saat anak sudah dewasa. Dengan membacakan nyaring ini secara tidak langsung timbul ikatan antara anak dan orangtua.

Memberikan Emosi Positif kepada Anak

Mungkin banyak orangtua yang memiliki emosi naik turun bak roller coaster saat mendidik dan mendampingi anak. Tidak mengikuti emosi akan berdampak positif bagi perkembangan anak hingga anak dewasa.

1. Memberikan Penghargaan
Anak juga ingin diberikan penghargaan atas segala apa yang sudah dicapainya. Tak hanya berupa materi, anak juga membutuhkan motivasi dan dorongan dari orangtuanya. Sehingga secara psikis, anak merasa bahagia dan terlindungi.

2. Menjalin Komunikasi
Komunikasi merupakan hal yang krusial dalam kehidupan anak. Komunikasi yang buruk akan berdampak negatif pada kehidupan anak kelak.

3. Tidak Memaksakan Kehendak
Adakalanya saat menjadi orangtua banyak hal yang ingin kita inginkan dari anak kita. Menuntut mereka agar menjadi seperti yang kita inginkan menjadi kondisi psikis anak menjadi mengkerut. Sehingga anak tidak mengenal siapa diri mereka sebenarnya.

Mendidik anak merupakan sebuah seni. Antara satu orang dengan orang lain tidaklah sama. Menjadi orangtua terbaik bagi anak merupakan hal yang anak inginkan dari kita. Mari bersama-sama menjadi orangtua yang bahagia, sehingga kebahagiaan kita akan tertular kepada anak kita.

Menyusui dan Menyapih



Menyusui dan menyapih merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Meskipun banyak yang mengatakan bahwa menyusui hanya bermanfaat bagi kesehatan psikis dan fisik anak dan ibu, menyusui pun bisa bermanfaat pada pendidikan ibu kepada anak sejak dini.

1. Menyusui Mengajarkan Anak tentang Jerih Payah

Dengan menyusui, anak akan diajarkan tentang bagaimana bekerja keras untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Sehingga saat dewasa kelak, anak mengerti dan paham bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan harus ada jerih payah yang dikeluarkan. 

Menyusui akan membuat anak menjadi kebal dengan gemerlapnya dunia. Secara tidak langsung akan ada antibodi dalam diri anak yang akan terpatri dan melekat sampai anak tumbuh dewasa.

2. Menyusui Mengajarkan Anak pada Pendidikan Seksualitas

Dengan menyusui anak akan belajar tentang kenikmatan saat menghisap ASI.  Di sinilah fitrah seksualitas anak mulai terbentuk.

Selain anak bisa mengecap kenikmatan untuk pertama kalinya. Secara tak langsung, anak juga belajar tentang rasa malu. Ini juga harus melibatkan ibu sebagai pemain utamanya. Ibu harus mengajarkan bagaimana menutup aurat dengan sempurna saat menyusui. Sehingga hanya ibu dan anak yang berinteraksi.

Baca juga: Batasan Aurat Anak

3. Menyusui Mengajarkan Anak pada Adab

Menyusui akan mengajarkan anak tentang adab. Bagaimana cara berpakaian dan terutama bagaimana cara menutup aurat yang seharusnya. Sehingga di usia dewasanya anak sudah memiliki imunitas yang kuat untuk tetap menutup aurat dengan sempurna.

4. Menyusui dan Menyapih Mengajarkan Anak kepada Tauhid

Mengajarkan tauhid adalah hal yang paling utama dalam hidup anak. Melalui menyusui dan menyapih inilah pendidikan tauhid anak yang pertama diterimanya. Sehingga apapun yang akan terjadi pada anak, anak sudah memiliki pondasi yang kuat untuk melangkah.

Pergaulan Anak dan Seksualitas

Pergaulan anak di masa sekarang ini mungkin dirasa sangat terlalu bebas. Akibatnya jika anak kurang bisa menjaga pergaulannya, timbullah berbagai masalah. Misal, narkotika ataupun kehamilan di luar nikah.



Untuk mengantisipasi adanya ancaman pergaulan anak, orangtua wajib mendidik anak dan memberikan informasi yang tepat kepada anak.

1. Menutup Aurat Anak
Mengajarkan untuk menutup aurat anak harus dilakukan sejak dini. Selaib untuk mengenalkan  perbedaan laki-laki dan perempuan. Menutup aurat anak juga mendidik anak agar kelak anak terbiasa dengan pakaian yang dikenakannya. Sehingga anak sudah mengenal identitas seksualnya sejak dini.

Baca juga: Batasan Aurat Anak

2. Memberikan Informasi kepada Anak sebelum Anak Mengalami Haid/Mimpi Basah
Memberikan informasi yang tepat pada anak akan membantu anak saat anak mengalami haid atau mimpi basah. Anak tidak akan merasa ketakutan atau bingung saat fenomena pertama ini terjadi padanya. 

Berikan juga pemahaman kepada anak tentang haid atau mimpi basah dan kaitannya dengan perkembangan organ reproduksi anak. Jangan lupa untuk menginformasikan kepada anak tentang cara mandi wajib yang benar.

3. Mengajarkan Adab Berteman
Bagi anak berteman tidak boleh pilih-pilih. Meskipun begitu, tetapi berikan pemahaman bahwa saat anak sudah baligh, anak harus membatasi pergaulannya dengan lawan jenis.

Mengajarkan untuk selalu menundukkan pandangan mungkin dirasa paling tepat. Terutama saat anak mengalami masa puber dan gejolak cinta sedang menggebu-gebu. Bukan berarti membatasi jumlah teman, tetapi untuk menjaga diri anak.

4. Memupuk Rasa Malu
Malu itu sebagian dari iman (al Hadist).

Sebuah hadist yang menjadi pegangan bagi kita dan anak kita, bahwa kita harus mempunyai rasa malu kepada makhluk Allah dan kepada Allah. Menjaga apa yang diberikan Allah kepada kita dan bertanggungjawab dengan apa yang dimiliki.

Berbagai cara bisa dilakukan, yaitu dengan menutup aurat secara sempurna, meningkatkan keimanan anak, serta menjaga pandangan anak.

Semoga kita semua diberikan kemudahan dalam mendidik anak.

Pendidikan Seksual Usia Dini

Banyak kasus tentang kekerasan, eksploitasi anak, dan kejahatan seksual pada anak. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan memberikan pendidikan seksual sejak dini kepada anak.

Pendidikan seksualitas pada anak mempunyai harapan agar kelak anak dapat menjaga apa yang menjadi kehormatannya, terlebih bagi anak perempuan.

Orangtua seharusnya tidak apatis dan lebih peduli pada lingkungan dimana anak tinggal. Orangtua harus bersikap aktif dalam memberikan pendidikan seksual pada anak.

Karena kurangnya pengetahuan orangtua menyebabkan orangtua tidak memberikan informasi yang pasti kepada anak, sehingga anak mencari sendiri informasi dan kebanyakan mendapat informasi yang tidak 100% benar.

Pendidikan seksualitas harus didapatkan sejak dini oleh orangtua, sehingga anak tidak mencari sumber informasi yang salah. Peran lembaga pendidikan pun sangat dominan dalam memberikan pendidikan seksual kepada siswanya. Adanya kurikulum yang tersemat dalam mata pelajaran harus diajarkan kepada siswa dan tidak ada yang ditutup-tutupi.

Bencana Pornografi Era Digital



Pornografi mungkin menjadi momok bagi sebagian besar orangtua. Fokus orangtua bukan saja hanya pada paparan pornografi saja, tetapi mengupayakan kepada anak untuk memiliki daya tahan terhadap paparan pornografi

Cara menghadapi Paparan Pornografi

1. Belajar kepemilikan
Agar anak belajar bertanggungjawab terhadap apa yang dimilikinya dan dimiliki orang lain. Sehingga saat ada orang yang ingin melihat aurat anak, anak sudah bisa menjawab dengan tegas.

2. Belajar tanggungjawab
Bertanggungjawab terhadap kesehatan dan kebersihan diri sendiri.

3. Belajar malu
Anak terbiasa menutup aurat dengan sempurna.

4. Belajar tentang batasan bercanda
Anak belajar membatasi diri.

Fakta tentang Pornografi

1. Anak Indonesia usia 0-19 tahun menjadi generasi digital nasive . Dan sebagian besar mengalami BLAST
Bored : bosan
Lonely : kesepian
Angry : marah
Afraid : takut
Anxious : cemas
Stressed : tertekan
Tired : kelelahan

2. Memasukkan anak ke lembaga pendidikan terlalu dini bisa menyebabkan adanya bullying pada anak

3. Bagi sebagian orangtua, dengan memberikan hp ke anak, anak menjadi lebih tenang

Permainan Ular Tangga Edukasi Fitrah Seksualitas

Media efektif untuk menciptakan agar pemahaman seksualitas dalam koridor yang tepat.


Mengenalkan Batasan Aurat Sejak Dini

Mengenalkan batasan aurat pada anak bisa dimulai sejak anak dilahirkan. Sehingga saat dewasa nanti, anak sudah paham batasan aurat dan tidak mengumbarnya seperti pada kebanyakan orang.

Mengenalkan batasan aurat anak bisa dilakukan dengan berbagai cara:

1. Saat menyusui
Saat anak menyusui, anak hanya diperbolehkan melihat aurat ibunya. Anak tidak diijinkan melihat aurat ibunya selain bagian atas.

Penting bagi orangtua untuk selalu menjaga aurat di depan anak. Karena di masa inilah anak menyerap banyak informasi dari apa yang dilihat dan didengar. Sehingga, menjadi teladan bagi anak harus dimulai sejak dini.

Ketika menyusui juga, hanya anak yang disusui yang diperbolehkan melihat aurat bagian atas ibunya. Kakak si adik tidak diijinkan melihat aurat ibu. Sehingga hubungan anak yang disusui dengan ibu menjadi semakin dekat.

2. Menjaga Aurat Anak di Depan Umum
Sering kita melihat terbukanya aurat anak di depan umum. Terutama saat di kolam renang atau di pantai.

Sejak dini, ajarkan anak kita untuk menjaga auratnya di depan umum, dengan tidak mengumbar di depan umum atau dengan tidak mengajarkan membuang air selain di kamar mandi.

Dengan pengajaran sejak dini nanti, anak akan terbiasa saat dewasa .

3. Mengajarkan anak menutup aurat
Mengajarkan anak menutup aurat bisa dimulai dengan cara memilihkan pakaian yang sopan untuk anak.

Memang bagi sebagian orang, saat anak perempuan kita masih kecil mengajarkan untuk menutup aurat dengan sempurna takut kepanasan. Sehingga banyak orangtua yang enggan memakaikan pakaian panjang atau jilbab bagi anak. Padahal sejak anak masih kecil inilah nantinya anak terbiasa dengan pakaian yang dikenakannya sejak masa kecil.




Mendidik Anak Perempuan

Kita harus memahami kualitas wanita sebagai ibu agar kelak generasi yang kita wariskan bisa berkualitas.




Mendidik fitrah seksualitas
adalah merawat, membangkitkan dan menumbuhkan fitrah sesuai gender nya, yaitu bagaimana seorang laki-laki berpikir, bersikap, bertindak & merasa sebagaimana laki-laki, dan sebaliknya demikian juga bagaimana seorang perempuan berpikir, bersikap, bertindak & merasa sebagai seorang perempuan.

1. Mengajarkan Agama Kepada Mereka
Ajarkan kepada anakmu, tauhid dengan mengesakan Allah. Mengajarkan ibadah dan kalimah thoyyibah. Dan jangan lupa untuk senantiasa mengajarkan adab dan sopan santun.

2. Memupuk Kesadaran mereka sebagai seorang perempuan
Sejak awal, kita harus mendidik anak agar tidak tassyabuh (menyerupai lawan jenisnya).

3. Membiasakan mereka dengan adab yang mulia

4. Membiasakan berpakaian sesuai syariat
Membiasakan anak agar mereka menutup aurat dari kecil. Sehingga ketika sudah dewasa mereka sudah membiasakan. Dan ajarkan anak rasa malu. Karena malu adalah sebagian dari iman.

5. Mengajarkan berbagai ketrampilan rumah tangga
Ajarkan secara bertahap. Agar kelak nanti jika mereka sudah berumah tangga sendiri sudah mampu menjadi manager bagi keluarganya sendiri.

6. Bersikap lemah lembut terhadap anak perempuan

Peran Ayah dan Ibu dalam Pendidikan Seksualitas



Peran ayah dan peran ibu sangat berpengaruh terhadap kehidupan seksualitas anak. Mereka bukan hanya paham terhadap jenis kelamin yang dimiliki, tetapi mereka juga mampu menjadi ibu dan ayah bagi anaknya kelak.

Peran ayah dan peran ibu tak dapat ditukar. Ayah berperan sebagai orang yang maskulin dan ibu cenderung feminin. Memang dalam masyarakat banyak kasus yang tertukar peran dalam rumah tangganya. Maka dari itu penting bagi orangtua untuk mendidik anaknya sejak dini, agar mereka siap menjadi ayah atau ibu kelak.

Ketika belum bisa berperan sebagai ayah/ibu

1. Kita sadar bahwa kita belum menjalankan. Menyadari ini penting, krn sebagai titik awal kita utk berbenah diri. 

Jika kita tidak menyadari bahwa belum berjalan dg baik peran ayah dan ibu, maka kesempatan utk berbenah diri juga tidak akan muncul.

2. Berdiskusi intens dengan pasangan, menggali kembali peran2 yang bisa dimainkan dalam keluarga, sambil menimba ilmu. Bisa bersilaturahim dengan orang2 yang kita anggap sudah benar2 menjalankan peran ayah dan bunda.

Tiap hari ngobrol sambil bawa camilan tentang berbagi peran dalam mendidik anak, sesuai perannya.

3. Terus berdoa dan memohon pada Allah agar diberikan petunjuk dan dimudahkan untuk menemukan dan menumbuhkan fitrah anak-anak serta menjalankan peran kita sesuai dengan yang telah Allah instalkan pada kita.

Ibu si Raja Tega

Menurut ust Harry Santosa
, ayah dan ibu tetap harus berperan sesuai dengan fitrah perannya, dan tidak bisa ditukar. Baik ayah maupun ibu sudah ada pembagian perannya masing-masing dalam menumbuhkan fitrah anak-anaknya. Tentunya apabila ada ketimpangan, fitrah anak-anakpun tidak tumbuh optimal.

untuk mengembalikan peran ayah dan Ibu, saran beliau adalah mencari guru atau mentor yang feminin bagi ibu, dan yang maskulin bagi ayah. Harapannya kita dapat belajar menjadi lebih feminin atau maskulin sesuai dengan fitrah kita sehingga sifat keibuan dan keayahan pun dapat terbentuk.

Tentunya hal ini harus dikomunikasikan dengan baik kepada pasangan, karena tidak mungkin kita berubah sendirian.

Ketika Anakku Jatuh Cinta




Jatuh cinta berjuta rasanya..

Fitrah seseorang adalah merasakan ketertarikan dengan lawan jenis atau kata orang gaul namanya jatuh cinta.

Melihat fenomena zaman sekarang dimana anak usia dini sudah berpacaran malah seperti layaknya pasangan sah sangat memprihatinkan. Minimnya pengasuhan dan kasih sayang orangtua menjadi salah satu sebab anak mencari perhatian dan kasih sayang dari lawan jenisnya.


Anak butuh figur dan kasih sayang dari orangtua

Ketika anak berada pada masa pre aqil baligh, anak sudah mengalami masa pubertas. Di masa inilah ana harus didekatkan kepada orangtua yang berlawanan jenis.

Banyaknya kasus anak yang berpacaran dikarenakan anak tidak memiliki idola di lingkungan keluarganya, sehingga anak memerlukan kasih sayang dan perhatian dari orang lain. Di sinilah peran orangtua harus lebih dominan.

Biasakan komunikasi dengan anak. Komunikasi yang baik tentu akan mempererat hubungan antara anak dengan orangtua. Anak menjadi terbuka dengan orangtua dan orangtua bisa mengatasi permasalahan anak.

Orangtua pun harus menanamkan nilai agama sejak dini kepada anak. Sehingga di masa pubertasnya, anak sudah dapat mengenali yang baik dan yang buruk bagi kehidupannya.

Saat Anak Jatuh Cinta

Sebagai orangtua, kita harus peka terhadap segala sesuatu yang berubah karena anak.
1. Anak mulai memperhatikan penampilannya sendiri
2. Anak senyum-senyum sendiri
3. Anak sering melamun

Bagaimanapun, merasakan cinta  kepada lawan jenis merupakan sebuah fitrah seksual. Sebagai orangtua, kita harus mendampingi anak agar tak menyalahi fitrahnya.

Fitrah Seksualitas Anak Laki-Laki

Sejatinya anak laki-laki suka menjadi pahlawan, lebih kompetitif, dan sering mengambil resiko dan coba-coba permainan berbahaya. Hal ini karena oengaruh hormon testosteron. Sehingga saat masa pubertas tiba, hormon ini akan mendominasi dan anak cenderung memilimi ambisi untuk mencapai kekuasaan.



Lalu, bagaimana jika fitrah mereka rusak?

Bisa saja anak menjadi seorang transgender. Transgender ini sebagai ungkapan kebingungan atas gender yang dimiliki. Biasanya diungkapkan dengan dandanan, make up, gaya, tingkah laku, bahkan ada yang sampai dengan menggantu organ reproduksinya.

Mengapa anak bisa menjadi seorang transgender?

Ada dua faktor yang mempengaruhi:
1. Faktor Genetik
Adanya masalah dalam susunan gen/kromosom, ketidakseimbangan hormon, struktur otak, atau kelainan susunan syaraf otak.

2. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor yang mempengaruhi:
a. Peran Orangtua
Peran orangtua sangat penting dalam perkembangan anak, terutama dalam tahapan seksualitas anak.

b. Pendidikan Seksual berdasarkan tahapan fitrah seksualitas
Anak dididik sesuai gender yang dimiliki dengan harapan anak tahu peran dan tanggungjawabnya di masa depan.

Prinsip Kebudayaan Laki-Laki
1. Persaingan, prestasi, pengembangan keahlian (keunggulan pribadi)
2. Empati - berbagi tugas
3. Memilih untuk berada di kelompok besar
4. Berusaha mandiri
5. Pengorbanan pribadi dalam pengalaman kolektif
6. Teladan laki-laki/ teladan ayah
7. Menemukan olahraga dalam kehidupan dan kehidupan dalam olahraga

Mengarahkan Orientasi Seksual Anak


Salah satu permasalahan dari seksualitas anak adalah adanya fenomena LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) dan SSA (Same Sex Attraction).

Lalu, apa beda keduanya?

SSA lebih kepada ketertarikan kepada sesama jenis, tetapi belum sampai kepada perilaku seksual. Dengan kata lain, perilaku SSA belum termasuk kepada LGBT.

Bagaimana mengatasinya?

Faktor lingkungan berpengaruh besar pada orientasi seksual anak. Langkahnya:

1. Kenalkan jati diri dan identitas sesuai jenis kelamin anak
Mengenalkan jati diri anak akan berpengaruh pada kehidupan seksualnya yang kenal. Di masa balita lah anak harus bisa membedakan laki-laki dan perempuan, apa cirinya, dan kesukaan dari dalam diri anak. Sehingga saat ada penyimpangan identitas seksual anak sudah dapat diketahui sejak dini.

2.  Batasi penggunaan gadget atau internet
Berikan gadget hour pada anak dan awasi penggunaan aplikasi yang dapat meracuni kehisupan seksual anak.

3. Dampingi anak menonton televisi
Tayangan komedi tentang laki-laki kemayu akan berdampak pada skema anak bahwa hal tersebut lumrah.

4. Awasi lingkungan pertemanan anak, apalagi di masa pubertas
Kenali teman dekat anak dan awasi saat anak berkunjung bahkan menginap di rumah temannya.

5.  Ikuti tuntunan Rasulullah

Tuntunan Rasulullah tentang Pendidikan Seksual Anak

1. Melatih anak meminta ijin masuk rumah atau kamar orangtua
Ada tiga waktu dimana anak harus minta ijin masuk kamar orangtua, yaitu saat istirahat siang, setelah isya, dan sebelum subuh. Ajarkan anak adab mengetuk pintu. Sehingga anak tidak melihat aurat orangtua. 

2. Membiasakan anak menundukkan pandangan dan menutup aurat
Ketika mulai diperintahkan sholat, yaitu umur 7 tahun anak sudah harus bisa menutup aurat secara sempurna.

3. Memisahkan tempat tidur anak
Terutama untuk anak laki-laki dan perempuan agar tak satu ranjang. Dan untuk anak sesama jenis kelamin pun harus dipisah kamarnya dan tidak boleh dalam satu selimut.

4. Menjelaskan beda jenis kelamin dan bahaya zina
Pendidikan seksual dalam rumah menjadi kunci. Orangtua menjelaskan apa saja dampak dari zina dam konsekuensinya jika dilakukan.

5. Mengajarkan kewajiban mandi wajib

Deteksi Dini Orientasi Seksual pada Anak
1. Penampilan menjadi indikator awal
2. Amati bagaimana ia bertema
3. Lebih sering bermain dan memiliki teman kelompok dengan lain jenis




Fitrah Seksualitas Masa Pubertas



Masihkah terbayang masa muda kita saat masih remaja?  Saat merasakan virus merah jambu, pertama kali mengalami menstruasi, atau yang dulunya pernah mendapatkan surat cinta? Hehe

Banyak yang mengatakan bahwa di masa ini hidup seseorang menjadi warna-warni. Benarkah? Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada masa remaja?

Pada masa pubertas alias remaja inilah mulai bekerja kelenjar yang dinamakan kelenjar pituitari. Kelenjar ini hanya berukuran sebesar kacang dan terletak di dasar otak, tepatnya di belakang hidung dan di bawah syaraf optic (syaraf menuju mata). 

Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari ini membantu untuk mengatur dan mengendalikan hormon-hormon lain dari kelenjar endokrin yang berfungsi sebagai pertumbuhan, metabolisme, dan pematamgan tubuh.

Tanda-Tanda Pubertas

Di saat anak menginjak masa pubertas inilah mendorong organ-organ anak menjadi lebih aktif. Organ pertama anak yang aktif adalah organ reproduksi, dimana seorang anak perempuan dikatakan sudah puber ketika mengalami menstruasi yang pertama kali dan anak laki-laki mengalami mimpi basah.

Apa yang harus kita lakukan saat anak mengalami menstruasi/mimpi basah?

Jika anak mengalami tanda masa pubertas untuk yang pertama kali, kita sebagai orangtua tak boleh khawatir. Masa ini dimulai saat anak berada pada masa pre aqil baligh, yaitu ketika anak laki-laki berusia antara 10-16 tahun dan anak perempuan berusia 8-15 tahun.

Untuk menjaga kenyamanan anak sendiri, dekatkan anak laki-laki kepada ayahnya dan anak perempuan kepada ibunya. Selain orangtua sendiri yang sudah pernah mengalami menceritakan pengalaman, hal ini juga akan membangun kedekatan antara orangtua dan anak.

Bagaimana kiat mengajarkan pendidikan seksualitas pada anak?

1. Menjelaskan fungsi badan dengan apa adanya, bukan dengan simbol. Jadi untuk penamaan organ reproduksi bukan dengan nama yang lazim digunakan masyarakat.
2. Menjelaskan pembuahan dan konsekuensinya. Sehingga anak paham akan akibat pergaulan bebas
3. Mendampingi anak mencari tahu tentang internet
4. Menjelaskan dengan mimik yang wajar dan sederhana sesuai pemikiran anak
5. Pendidikan seksual dilakukan secara repetitif
6. Perhatian setiap ada perubahan pada diri anak

Toilet Training

Toilet training merupakan salah satu cara memberikan pemahaman kepada anak tentang rasa malu dan adab membuang hajat dengan baik. Bukan hanya belajar tentang adab saja, tetapi juga tentang cara bertanggungjawab atas organ reproduksi yang dimilikinya. Selain untuk menumbuhkan fitrah seksualitas anak, toilet training juga untuk melatih kemandirian anak.

Toilet training bukan berarti dimulai saat anak sudah besar dan diapers yang ada sudah tak muat. Tetapi toilet training bisa dilatihkan dan disoundingkan kepada anak sebelum masa fitrah seksualitasnya tiba. Yaitu, ketika usia anak sudah menginjak 2 tahun.

Di usia 2 tahun, anak mulai mengalami fase anal. Fase ini dimulai dari usia 2-4 tahun. Dimana anak merasa nikmat saat mengeluarkan fases dari anus.

Sebelum usia 2 tahun ini, hendaknya anak sudah disounding terlebih dahulu tentang buang air besar dan buang air kecil di tempatnya, yaitu kamar mandi. 

Membiasakan anak untuk membuang air besar dan buang air kecil juga mengajarkan rasa malu pada anak. Malu karena auratnya terbuka dan juga membiasakan hidup bersih dan sehat dengan tidak buang air sembarangan.

Kontrol anak usia 2 tahun memang belum bisa matang, untuk itu sebelum anak berusia 2 tahun alangkah baiknya anak dibiasakan tidak memakai diapers. Sehingga saat ia buang air sembarang, ia merasa jijik, risih, dan malu hasil kotoran tubuhnya tidak langsung dibuang.

Tidak memarahi saat anak mengompol juga menjadi indikator keberhasilan anak melakukan toilet training. Anak tidak akan ketakutan saat anak hendak buang air. Dan anak akan bersemangat untuk buang air di tempat yang benar.

Sebagian kisah toilet training anak saya ada di buku ini. 😁


#day5
#kuliahbunsayiip
#fitrahseksualitas

Menghindari Perilaku Menyimpang Seksual



Di zaman sekarang ini kepedulian orang sekitar cenderung berkurang. Berkurangnya kepedulian orang sekitar dan orang terdekat kita bisa menimbulkan banyak hal yang mempengaruhi penyimpangan seksual seseorang.

Jika Anak Menonton Film Porno

Jika kita mendapati anak kita mengakses konten porno, jangan panik, jangan emosi, dan tetap tenang. Bangun kedekatan bersama anak kita.

Jangan memarahi anak kita karena emosi kita yang meluap-luap. Pendekatan kepada anak tanpa memunculkan interogasi berlebih dari kita.

Batasi pula akses anak terhadap gawai yang dipegangnya. Beri jam daring dan batas anak diperbolehkan mengakses internet.

Fenomena Kehamilan Tak Diinginkan 

KTD sudah bukan hal yang luar biasa di masyarakat kita. Sudah banyak remaja zaman sekarang yang terperosok dalam lembah pergaulan bebas, sehingga terjadinya berbagai masalah.

Membangun Komunikasi dengan Anak

Membangun komunikasi dengan anak tidak serta merta dengan hasil yang instan. Membangun komunikasi berarti membangun bonding antara anak dan orangtua.

Blokir Situs Porno

Bukan berarti tidak memperbolehkan anak memegang gawai. Dengan catatan, sesuaikan dengan visi misi keluarga kita. Bisa dengan membatasi jam daring anak, memberi pasword aplikasi tertentu, atau membatasi jam akses internet. Selain itu, orangtua bisa memasang aplikasi secureteen parental control pada gawai anak.


Fitrah Seksualitas Anak Usia 0-2 Tahun


Seksualitas mungkin masih terdengar tabu pada sebagian masyarakat. Padahal pendidikan seksualitas merupakan hal yang penting bagi anak. Sekarang maupun saat anak masih dewasa.

Pendidikan seksualitas sejatinya adalah membentuk anak agar bertanggungjawab pada gender yang dimiliki. Sehingga anak memiliki aqidah lurus dan akhlak yang baik, menjadi manusia yang beradab. Dan juga anak bisa terhindar dari berbagai masalah seksualitas yang bermacam-macam.

Tantangan gender di zaman sekarang memang banyak sekali. Tak hanya menimpa orang dewasa, anak kecil pun sekarang banyak yang menjadi korban. Mulai dari anak tak mengenal identitas seksualnya hingga pada orientasi seksual yang dilarang agama.

Dimungkin karena berbagai hal sebagai berikut:
1. Faktor Internal
Kelainan kromosom pada anak yang membuatnya bingung dengan identitas seksual yang ia miliki. Sehingga ada kecenderungan anak melawan fitrahnya dan berbelok ke arah orientasi seksual yang dilarang agama.

2. Faktor Eksternal
Berbagai macam faktor eksternal dapat mempengaruhi anak dalam menentukan identitas seksualnya.

a. Peran Orang Tua
Peran orangtua menjadi sangat vital. Karena  orangtua merupakan guru pertama anak dan guru terbaik bagi anak sepanjang masa. 

Orangtua menjadi yang pertama saat anak bertanya, "siapa aku?", "mengapa aku berbeda denganya?". Dan ini harus dijelaskan oleh orangtua tanpa menutup-nutupi. Bukan dengan menyebut organ reproduksi dengan kata-kata yang tak semestinya, hingga skema anak terhadap kata tersebut menjadi negatif.

Untuk itu, pendidikan seksualitas harus sejak dini diberikan kepada orangtua ke anak.

b. Lingkungan Sekitar
Lingkungan menjadi faktor yang mudah mempengaruhi anak. Lingkungan yang baik dan kondusif menjadi satu hal yang tak boleh luput dari orangtua.

Saat memilih tempat tinggal, lihat dulu siapa tetangganya.

Mungkin petuah yang biasa diucapkan orang-orang ini banyak benarnya. Saat kita memilih tempat tinggal untuk keluarga kita. Tidak hanya rupa dari tempat tinggal ataupun akses untuk mencapai sebuah tempat tertentu. Tapi juga lihat tetangganya. Bagaimana perangainya, baik atau buruk? 

Untuk anak yang sudah bersekolah pun, memilih teman yang akan dijadikannya sahabat merupakan hal yang harus diajarkan kepada anak. Memang seharusnya tidak boleh membeda-bedakan teman, tapi jika teman mengantarkan anak kita ke penjerumusan yang negatif tentu harus kita waspadai.

c. Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi seseorang yang tidak stabil bisa menjerumuskan seseorang ke lembah hitam dalam hidupnya. Untuk itu, tanamkan anak-anak kita pendidikan aqidah dan akhlak sejak dini. Sehingga saat dewasa kelak, ia sudah memiliki pedoman hidup untuk melangkah.

d. Media Elektronik
Media elektronik zaman sekarang banyak mengubah anak-anak dibanding anak dari generasi lama. 

Adanya internet yang bebas diakses, bahkan acara televisi banyak yang memberikan pengaruh buruk bagi orang tua.

Sebisa mungkin orangtua meminimalir pengaruh tersebut. Salah satunya bisa menerapkan aplikasi parental control pada gawai, agar anak terhindar dari paparan negatif.

Pendidikan Seksualitas Anak Usia 0-2 Tahun

Pendidikan Seksualitas (tarbiyah jinsiyah atau sex eduacation) merupakan suatu pendidikan yang tak hanya anak dapatkan dari luar rumah. Pendidikan ini justru harus didapat sejak dini.

Di usia 0-2 tahun merupakan masa menyusu anak. Di sini, anak sudah bisa diajarkan tentang aqidah melalui proses menyusui. Prinsipnya di masa ini, menutup aurat anak dan aurat ibu.

1. Menyusui Langsung
Selain dapat melekatkan bonding antara ibu dan anak. Dengan menyusui, anak sudah bisa merasakan nikmatnya menyusu (fitrah seksualitas mulai terbentuk).

Di masa ini, secara otomatis anak menjadi lebih dekat dengan sang ibu. Dan ini akan terbawa hingga anak sudah berusia dewasa.

Memang tak dapat dipungkiri, tidak semua ibu bisa dan mampu menyusui secara langsung. Bagi ibu bekerja, menyusui secara langsung menjadi hal yang dinantinya setelah pulang bekerja. Untuk itu, manfaatkan peluang waktu itu dengan menyusui semaksimal mungkin.

Dan di saat menyusui ini, hindari menggunakan gawai. Selain fokus anak akan terganggu. Anak bisa merasa terabaikan, meski dalam dekapan ibunya.

2. Menjaga Aurat
Menutup aurat saat menyusui, sehingga anak hanya boleh melihat aurat ibunya bagian atas. Dan di saat menyusui ini, hanya ada ibu dan anak yang menikmati romantismenya.

#day3
#tantangan10hari
#kuliahbunsayiip
#fitrahseksualitas

Fitrah Seksualitas Melawan LGBT

Fitrah seksualitas anak merupakan hal yang esensial dalam kehidupan anak. Pasalnya, di zaman yang serba modern ini, anak dengan mudah mengakses konten dewasa dan lebih mudah terpapar dengan lingkungan sosialnya.

Salah satu permasalahan gender yang makin marak di negeri kita adalah LGBT.



Mendekatkan Anak pada Orang Tua
a. Menjadi teman yang menyenangkan bagi anak-anak
b. Memahami fitrah anak, kemampuan anak, serta dapat bersama anak-anak kapanpun dan dimanapun
c. Jadi contoh bagi anak. Karena anak merupakan peniru yang ulung. Libatkan dan beri mereka kepercayaan
d. Menjadi orangtua yang kompak dan bahagia

Virus Merah Jambu di Usia Dini
Virus merah jambu di usia dini atau bisa dikatakan ketertarikan dengan lawan jenis sebelum memasuki usia pubertas merupakan sebuah alarm bagi kita orangtuanya. Fenomena tersebut patut kita waspadai agar anak kita dapat terhindar.

#day2
#futrahseksualitas
#tantangan10hari
#kuliahbunsayiip