Jurnal Fasilitator : Memicu Kreativitas Anak



Pada level 9 ini  banyak yang bertanya-tanya bagaimana cara agar anak kreatif. Memang jika sekilas dilihat materi ini cukup susah. Tetapi jika dicermati lebih mendalam, maka banyak hal yang bisa diamati dalam kegiatan sehari-hari. 


Alhamdulillah di level ini banyak yang aktif di grup WhatsApp ataupun di Google Classroom. Meski cukup susah, Alhamdulillah tidak ada yang harus terkena CoC level ini.

Meski baru pemanasan setelah lebaran, ternyata banyak juga yang sudah menunggu materi selanjutnya, meski beberapa masih ada yang mudik. Tetapi alhamdulillah dari keaktifan level ini kemudian berlanjut di level selanjutnya.



Dengan diskusi yang interaktif ternyata banyak memicu peserta untuk terus aktif dan berpikir sendiri mengenai materi ini. Selain itu ternyata dengan adanya Jumat hangat juga mampu mengembalikan semangat peserta untuk tetap aktif dalam mengikuti kuliah Bunda Sayang.

Cek Kesiapan Anak Mulai Sekolah



Hingga saat ini, sekolah masih menjadi primadona orang tua untuk memberikan pendidikan terbaik anaknya. Meskipun sudah ada aturan resmi pemerintah mengenai usia anak masuk sekolah, ada juga beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan orang tua sebelum memasukkan anak ke lembaga pendidikan.

Usia Anak

Usia menjadi salah satu patokan yang paling jelas sebelum memasukkan anak sekolah. Usia yang sudah dijadikan patokan pemerintah bisa dijadikan rujukan agar anak tidak mengalami stres di tahun berikutnya. Selain itu, usia matang anak saat sekolah juga akan membantu perkembangan anak dalam mengambil ilmu di sekolah.

Status Kesehatan 

Selain usia anak, terkadang beberapa sekolah juga mensyaratkan status imunisasi lengkap anak saat balita. Status imunisasi yang lengkap akan membantu menjaga anak dari beberapa penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi. Selain itu, perhatikan kesehatan dan daya tahan tubuh anak. Semakin bertambah usia anak, daya tahan tubuh pun semakin kuat.

Kemampuan Anak

Sekolah bukanlah tempat untuk bersaing. Sebelum masuk sekolah, ada baiknya memastikan kemampuan anak dalam belajar di sekolah. Kemampuan calistung menjadi salah satu kunci anak, terlebih di dalam kurikulum 2013 yang mengharuskan anak lancar calistung. Selain itu, perhatikan pula kemampuan konsentrasi anak.

Karena bagaimanapun, pendidikan menjadi salah satu faktor penting bagi anak.

Writing for Healing



Menulis banyak yang mengidentikkan sebagai kegiatan yang membutuhkan banyak pikiran untuk merangkai kata. Padahal setiap hari secara tidak sadar, kita sering menulis. Entah itu membalas pesan ataupun sekedar menulis nama untuk mengisi absensi.

Pun begitu ketika ada ulangan ataupun tes dengan soal uraian. Ketimbang uraian, beberapa pelajar lebih menyukai soal dengan pilihan ganda ataupun isian singkat. Padahal kalau sudah dinilai, skor soal uraian juga bisa membantu mendongkrak nilai jika tidak dikerjakan asal-asalan.

Entah lah, banyak yang berpikiran bahwa menulis itu pekerjaan yang berat. Selain harus pandai merangkai kata bak pujangga, menulis dengan tema berat ataupun sangat ilmiah dianggap akan menguras otak.

Padahal aktivitas menulis ini bisa menjadi menyenangkan jika pikiran tentang menulis merupakan sesuatu yang tidak memberatkan. Misalnya nih dalam menjawab suatu soal uraian, jabarkan saja apa yang diketahui ataupun dengan mengarang indah. Terkadang saat mengoreksi soal uraian pun, jawaban terpanjang bisa saja dianggap jawaban yang benar. Hahaha

Menulis juga banyak yang dimanfaatkan untuk mencurahkan kata, bisa dengan menulis diary ataupun sekedar membagikan quote di media sosial atau hanya dengan membuat status. Secara tidak langsung menulis secara inilah yang lebih menentramkan jiwa. Maka tak heran jika banyak orang terkenal karena tulisannya karena saat menulis mencurahkan segala isi tulisannya. Inilah yang biasanya membuat para pembaca ikut trenyuh.


Kemandirian Anak



Kemandirian anak menjadi salah satu hal terpenting agar anak mampu melakukan aktivitas tanpa memerlukan bantuan orang lain. Memang hal ini terlihat sepele dan banyak diabaikan oleh orang tua, tetapi jika tidak diajarkan sejak dini akibatnya anak akan cenderung menjadi lebih manja dan susah untuk diajak kerjasama dengan orang lain.

Melatih kemandirian anak bisa dilakukan ketika anak sudah terstimulasi motoriknya. Misalnya, ketika anak sudah mulai MPASI dan orang tua lebih memilih finger food. Di sinilah awal latihan kemandirian anak dimulai. Memang terkadang akan menjadi hal yang menyusahkan bagi orang tua, terutama ketika makanan berceceran dan harus ada energi lebih untuk membersihkannya. Tetapi dengan melatih kemandirian anak sejak dini akan sangat berpengaruh pada kehidupan anak kelak saat dewasa.

Bagi orang tua yang ingin melatih kemandirian anak bisa disesuaikan dengan perkembangan anak. Hal ini akan sangat membantu orang tua dan anak serta tak akan membuat anak menjadi stres.

Semangat melatih kemandirian untuk anak 

Kapan Anak Diajarkan Calistung?



Calistung atau Baca, Tulis, Hitung kini menjadi sebuah kurikulum wajib bagi lembaga pendidikan anak usia dini yang sebenarnya tidak boleh diajarkan oleh menteri pendidikan. Nyatanya, meski dilarang oleh menteri pendidikan, banyak lembaga TK yang sudah memasukkan kurikulum calistung untuk mempersiapkan anak mengikuti seleksi masuk SD.

Meskipun banyak lembaga pendidikan yang sudah memasukkan calistung dalam kurikulumnya, ada baiknya kita sebagai orang tua mulai memikirkan kembali apakah anak sudah memerlukan pengajaran calistung di saat mulai duduk di bangku TK.

Pada dasarnya, pendidikan anak usia dini hanya digunakan untuk pengembangan ketrampilan agama, kognitif, sosial, motorik, dan emosional. Meskipun terdapat aspek kognitif, pengajaran mengenai calistung tidak termasuk dalam perkembangan anak usia dini.

Berdasarkan tingkat kematangan otak anak, ada baiknya untuk mengajarkan calistung ketika anak sudah memasuki usia 6 tahun. Akan tetapi, jika anak sudah meminta untuk diajarkan calistung sebelum usia 6 tahun, orang tua bisa memberikan pengajaran calistung dengan cara yang menyenangkan.

Jurnal Fasilitator : Cerdas Finansial



Di level 8 ini sepertinya materi mengenai finansial menjadi cukup berat untuk anak. Meskipun begitu, tetaplah orang tua juga harus berlatih finansial terutama untuk membedakan keinginan dan kebutuhan.

Meskipun menjelang Ramadhan, banyak aktivitas yang sedang dilakukan untuk mempersiapkannya. Materi ini sebenarnya cocok banget dipraktekkan menjelang dan saat Ramadhan tiba. Apalagi menjelang lebaran, keinginan dan kebutuhan menjadi hal utama yang harus diperhatikan.

Meski terlihat berat, Alhamdulillah banyak peserta yang lulus di level ini.

Meski Ramadhan tiba, beberapa PG tetap aktif dan beberapa orang juga cukup aktif menyemangati teman-temannya.

Bagaimanapun, kecerdasan finansial tidak hanya dilatihkan kepada anak. Tetapi orang tua juga harus melatih dirinya agar bisa menempatkan keuangan sesuai dengan posnya.

Book Review : Good Bye Things Hidup Minimalis ala Orang Jepang



Judul Buku   : Good Bye Things, Hidup Minimalis ala Orang Jepang
Penulis          : Fumio Sasaki
Penerbit        : Gramedia
Tahun Terbit : 2019
ISBN               : 978 - 602 - 03 - 9840 - 2

Fumio Sasaki menceritakan pengalaman hidupnya mengenai hidup minimalis yang ia jalani sehari-hari sebagai seorang lajang. Mungkin banyak yang bertanya apa itu hidup minimalis dan bagaimana tipsnya. 

Dalam buku ini dijelaskan dengan gamblang tiap bannya dengan cukup mudah ditangkap gaya terjemahnya.

Di bab 1 menjelaskan mengenai definisi hidup minimalis dan alasan mengapa banyak orang yang mulai mengikuti gaya hidup seperti ini.

Bab 2 mulai menjelaskan mengapa kita sering menumpuk barang.

Bab 3 mulai membahas bagaimana cara membuang barang yang tidak diperlukan hingga terapi untuk membuat ketagihan dalam membuang barang

Bab 4 menjelaskan tentang perubahan yang dialami penulis ketika selesai membuang barang

Dan di bab 5 menjelaskan perubahan yang membuat bahagia dan arti bahagia.

Secara struktur, buku ini dijelaskan dengan sangat gamblang, lengkap dengan cerita pembuka yang membuat kita mengerti apa yang dimaksud dengan hidup minimalis.

Buku dengan judul asli " Bokutachini, Mou Mono wa Hitsuyou Nai" ini lebih banyak menceritakan pengalaman penulis menuju hidup minimalis. Selain diceritakan secara urut, ada beberapa tips yang bisa kita ambil untuk yang ingin mengikuti gaya hidup minimalis. Cukup banyak tips yang diberikan oleh penulis, tetapi akan ada rangkuman tips yang bisa dibaca agar tidak bingung ketika ingin mencatatnya.

Buku ini cukup rekomen bagi yang ingin hidup minimalis, tanpa memiliki banyak barang. Selain menjadi buku terlaris di Gramedia, buku ini juga cukup banyak yang ingin meminjam di ipusnas.