Me Time dengan Membaca

Buku adalah jendela dunia

Sebuah ungkapan yang menunjukkan bahwa dari buku kita bisa tahu segala apa yang ada di dunia. Membaca, menjadi salah satu cara kita untuk memperoleh jendel dunia itu.

Membaca yang dulunya menjadi habit. Sehari satu buku. Menjadi kebiasaanku saat menjalani masa putih abu-abu. Tentu komitmen ini aku laksanakan saat tidak ada ujian ataupun ada ulangan harian. Karena aku harus fokus belajar. Sehingga, saat aku memaksakan diri untuk membaca buku-buku fiksi, akupun tak menikmatinya.

Akhir-akhir ini, aku sering mengabaikan minat membaca yang dulunya aku sering menghabiskan buku hingga larut malam. Karena sudah ada anak, membaca hanya sekadarnya saja. Hanya untuk mencari pengetahuan tentang perkembangan anak ataupun untuk mencari bahan presentasi saat mengajar.

Membaca adalah sebuah kenikmatan. Itulah yang aku rasakan. Belajar dari para penulis yang kemampuannya sudah tak diragukan lagi. Hingga terkadang gaya penulisan saya pun berubah.

Membaca buku-buku fiksi bagiku adalah sebuah me time. Dimana saat membaca cerita fiksi, aku ikut terbawa hanyut dalam cerita. Merasakan bagaimana  apa yang dirasakan tokoh dalam cerita. Sungguh, saya selalu berpikir para penulis dengan apik menuliskan apa yang ada di kepalanya hingga aku pun selalu hanyut dalam semua sudut tulisannya.

Bagiku, membaca santai adalah suatu me time tersendiri. Hingga aku menemukan me time dengan buku "Pelangi Musim Semi". Ini novel pertama sejak aku memutuskan lama tak baca novel. Tujuh tahun, selama tujuh tahun aku tak lagi menyentuh novel. Terlalu banyak aktivitas dan membaca bacaan non fiksi yang terkadang membuatku pening. Aku mencoba mengurangi membaca novel. Hingga saat ada event Big Bad Wolf (BBW) di Surabaya tahun ini, aku memcoba membeli novel.





Pertama kali membaca novel ini, aku tak merasa tertarik untuk melanjutkan. Seperti belum mendapat feel dari novel yang aku baca. Perlahan sambil mengatur waktu agar tak diributi anak. Aku mendapat feel membaca yang aku rindukan dulu. Me time dengan membaca. Menjadi hal yang paling menyenangkan, setelah seharian sibuk dengan aktivitas rumah tangga yang terkadang pun harus ke kampus saat ada panggilan membuat pikiranku agak keruh. Membaca novel ini serasa me time tersendiri bagiku.

Membaca novel ini, serasa makan permen nano-nano. Ada banyak rasa yang aku rasakan selama membaca novel ini. Ikut merasakan menjadi muslim di negara dengan kaum muslim minoritas. Merasakan pula bagaimana saat berada di tanah Palestina. Seakan-akan aku pun berada di Palestina yang selalu dalam kondisi waspada. Dan yang menjadi fell saya selanjutnya adalah saat menjadi istri dari suamiku, suami yang selalu berada dekat denganku. Membaca novel ini, aku merasa harus siap dengan keadaan suami apapun kondisinya, menerima setiap keputusannya. Karena bagaimanapun saat sudah berumah tangga bukan lagi berbicara kau dan aku. Tapi KITA.

Memang bukan novel pertama yang bisa menyentuhku. Novel karya Mira W. pun sangat menyentuh. Hanya saja di novel "Pelangi Musim Semi" ini, aku merasa tersentuh dengan nasib saudara muslim di Palestina, negara yang mengakui kemerdekaan Indonesia pertama kali. Tapi, justru mereka sedang berusaha melepaskan jerat keserakahan Israel. Membacanya serasa pedih, penganiayaan yang dialami tokoh. Bahkan saat terakhir nafasnya berhembus sangat memilukan. Dengan sukses, berhasil membuatku merinding dan merasa tubuh ini pun ikut sakit.

Semoga saudara muslim di Palestina segera mendapatkan kebebasannya.

#onedayonepost
#nonfiksi
#tantangan

4 komentar

  1. Pengen baca bukunya ... bolehkah aku meminjamnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh. Tapi nanti giliran ya. Mau dibaca suami katanya 😁

      Hapus
  2. huhuhu,,,... kuat yah 7 tahun ngga baca novel? kalau aku udah sakau ky,e hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Efek kebanyakan baca non fiksi jadi mumet + perpus kampus gak nyediain novel. Hehehe

      Hapus