Adab sebelum ilmu, ilmu sebelum amal



Kejadian di awal bulan ini yang menimpa pak guru Budi sangatlah tragis, dimana ada seorang murid yang tega menghakimi gurunya sendiri hanya lantaran karena kesal pipinya dicoret dengan cat air, hingga guru tersebut meregang nyawa. Potret tragis untuk pendidikan di Indonesia, dimana adab sudah tidak nampak lagi melekat di generasi muda Indonesia.

Adab sebelum ilmu

Seharusnya menjadi hal pertama yang wajib dipahamkan oleh anak. Bahkan sebelum anak tersebut memperoleh ilmu selanjutnya. Saat usia dini, memahamkan pentingnya adab haruslah dimulai. Bisa memulainya dengan tiga kata ajaib, maaf, terima kasih, dan tolong. Sederhana memang. Ketiga hal inilah yang menjadi pondasi anak menjadi generasi yang beradab.

Menginjak usia anak pra sekolah, anak lebih tinggi diajarkan tentang adab. Bagaimana adab menghormati orangtua dan orang yang lebih tua darinya. Karena masa ini merupakan masa dimana anak umumnya lebih banyak bersosialisasi dengan keluarga. Hingga saat anak memasuki bangku pendidikan formal, memjadi sangat penting untuk mengajarkan adab dengan ilmu, pendidik, dan adab diri sendiri ketika akan menuntut ilmu.

Mengikhlaskan Diri

1. Meluruskan niat, bersihkan niat dalam hati kita untuk menuntut suatu ilmu semata2 demi meningkatkan derajat kemuliaan hidup, maka mencari ilmu dengan cara2 yg mulia.

2. Mengosongkan kepala dengan ilmu2 yang telah kita pelajari sehingga memiliki rasa ingin tahu yang besar.

3. Fokus dan percaya diri terhadap ilmu yang sedang kita cari

4. Belajar mendengarkan dengan sepenuh hati ketika ilmu disampaikan

5. Ikhlas dengan menghilangkan dendam dan luka lama sehingga kita bisa tulus dalam ilmu demi kerahmatan semesta bukan untuk kepentingan tertentu.

Cara agar kita bisa ikhlas antara lain : 
Dengan melakukan tazkiyatun nafs dan latih terus menerus. Hilangkan semua dendam yang dirahmati Sang Maha Guru, Pemilik Ilmu.

Hati yang tidak bersih ketika menuntut ilmu bisa diibaratkan dengan orang yang mau makan, tapi tangannya kotor, maka bisa dua-duanya, langsung makan tanpa cuci tangan dengan resiko sakit perut. Atau menunda nafsu makannya dulu, untuk mencuci tangan sebentar, baru makan.
Menuntut ilmu juga sama, ketika pikiran sedang penat, sedang malas, maka lebih baik, switch terlebih dahulu ke pikiran jernih, dan semangat, baru menuntut ilmu.
Jangan sampai menuntut ilmu dijadikan pelampiasan rasa, jadinya kita tidak dapat apa-apa selain rasa yang sesaat hilang.

Bergegas dalam mencari ilmu

Bergegas dalam menuntut ilmu bisa diumpamakan menjadi yang pertama. Dalam sebuah hadist, "berlomba-lombalah dalam kebaikan"

Karena menuntut ilmu merupakan suatu kebaikan. Meskipun berlomba di sini bukan dimaksudkan dengan bersaing dengan yang lain, tetapi berlomba untuk mendapat ilmu. Dan pastikan bahwa semua kewajiban kita sudah tertunaikan dahulu, termasuk meminta ridho dari keluarga.

Menempatkan Sumber Ilmu di Tempat yang Layak

Membiarkan buku berserakan, tidak menempatkan di tempat yang layak merupakan suatu tindakan yang kurang beradab bagi sumber ilmu. Apalagi jika yang ditempatkan dengan kurang layak adalah sebuah kitab suci.

Adab menggandakan sebuah buku untuk literasi belajar antara lain dengan meminta ijin ke penerbit atau penulisnya jika hendak difotokopi atau diperbanyak dan sebaiknya buku yang kita miliki adalah yang asli meskipun bekas. Karena ada penulis buku yang hanya hidup dari royalti buku yang ditulis

Untuk penerbit yang melarang adanya memperbanyak isi buku tanpa izin tertulis, berarti penerbit/penulis tidak mengijinkan diperbanyak secara ilegal. Jika dalam buku tidak tercantum disclaimer, diharapkan untuk menanyakan ke penerbit. Bisa kontak melalui web. Karena bagaimanapun, keberkahan ilmu yang didapat tergantung dari ridha dimana ilmu itu didapat. Dan prinsip dalam melakukan pencarian ilmu itu bertujuan mendapatkan kemuliaan, maka carilah dg cara-cara yang mulia.

Tidak mempercayai berita 100%

Cara menerima informasi yang belum diketahui kebenarannya apakah itu hoax atau fakta adalah dengan menerapkan prinsip Skeptical thingking yaitu

Tidak mudah percaya 100% berita yang masuk dengan menyetting rasa tidak percaya di otak sebelum menemukan kebenarannya

Menanyakan, bukan mempertanyakan kebenaran dari sumber yang valid dengan menanyakan ke pembuat berita darimana berita tersebut bersumber dan jika berhubungan dengan lembaga sebaiknya dikroscek. Jika ternyata berita tersebut tidak benar atau hoax maka kita boleh menegur tapi bukan di hadapan umum demi menjaga kemuliaan pembawa berita

Sumber:
Materi 1 Matrikulasi IIP batch 5
Diskusi peserta matrikulasi batch 5 SJS

1 komentar