Resensi Buku : Ayat-Ayat Cinta 2


Judul Novel      : Ayat-Ayat Cinta 2 : Sebuah Novel Pembangun Jiwa
Penulis               : Habiburrahman El Shirazy
Penerbit             : Republika
Tahun Terbit     : 2015

Novel ini menceritakan tentang kelanjutan kisah Fahri dalam novel 'Ayat-Ayat Cinta'. Bermula dari hilangnya Aisha (istri Fahri) di Palestina. Fahri memulai kehidupannya yang baru di sebuah kota di Britania Raya, Edinburg.

Dikisahkan, Fahri sebagai seorang cendekiawan muda, seorang dosen yang bergelar doktor, dan seorang wirausahawan sukses. Bersama paman Hulusi (asisten rumah tangga Fahri), Fahri menjalani kehidupan sehari-harinya tanpa pendamping hidup.

Untuk mendoakan Aisha, Fahri selalu membantu orang-orang yang membutuhkan. Beberapa tetangga kerap Fahri bantu tanpa mengharapkan imbalan apapun. Keira, salah satu tetangga Fahri yang amat membenci kaum muslim pun tak luput Fahri bantu hingga ia mencapai kesuksesan tertinggi sebagai seorang violinist terkenal dan mendapat juara dunia.

Suatu ketika Fahri menemukan seorang gelandangan wanita bernama Sabina, seorang pengemis yang wajahnya tak elok dan suaranya parau. Sabina ditemukan dalam kondisi pingsan. Fahri dengan sigap segera membantu Sabina  hingga pulih dan meminta Sabina untuk tinggal bersama Fahri.

Hulya, sepupu Aisha yang berasal dari Turki kemudian datang ke Inggris untuk melanjutkan studinya di sebuah universitas di Inggris. Hulya, yang wajahnya mirip dengan Aisha kembali mengingatkan Fahri kepada Aisha. Hingga kemudian Fahri menikah dengan Hulya dan dikaruniai seorang putra.

Lalu, bagaimana dengan Aisha? Apakah Aisha diketemukan? Ataukan Aisha diketemukan sudah tewas bersama rekannya seorang reporter?

Novel ini membantu kita mengingat kembali isi Al Quran. Selain itu, dalam novel juga membuat kita merasakan indahnya toleransi antar umat beragama. 

Bahasanya yang sederhana, tanpa adanya bahasa asing, membuat kita mudah mencerna isi novel.  Kata-kata yang tegas dalam setiap percakapan, tak membuat bingung pembaca karena sudah ada batas siapa yang mendialogkan percakapan tersebut.

Novel dengan jumlah halaman lebih dari 600 halaman ini terlalu panjang di bagian pendahuluannya. Sehingga mungkin sebagian pembaca baru menemukan feel novel setelah membaca seperempat atau seperlima dari isi novel ini.  Dengan novel sepanjang ini, sayangnya konflik dalam novel tak begitu terasa dan tokoh yang tersembunyi dalam novel ini mudah tertebak sejak awal.

Tokoh Fahri di dalam novel terlalu sempurna untuk karakter seorang tokoh fiktif. Meskipun untuk mencapainya, Fahri harus banyak berkorban (ada di Ayat-Ayat Cinta). Tak hanya Fahri, tokoh Hulya pun ditonjolkan sebagai tokoh yang sempurna. Meski ada tokoh Keira, yang lebih ditonjolkan sebagai gadis yang berperilaku tidak baik.

Meskipun begitu, latar tempat yang disuguhkan dalam novel ini begitu sempurna. Penggambaran sebuah lokasi begitu mudah diimajinasikan. 

Untuk sekedar membaca novel, menurut saya novel ini tak hanya sekedar sebagai hiburan saja. Lebih dari itu, novel Ayat-Ayat Cinta 2 ini juga sebagai motivasi diri kita agar semakin lebih taat kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia.

2 komentar

  1. Hmmm... itulah fiksi ya mbak, terlalu menyempurnakan sesuatu🙈

    BalasHapus