Sex Education dan Fitrah Seksualitas Anak (part 1)



Pemberian sex education harus dilakukan sejak dini kepada anak. Saat anak lahir di dunia anak sudah memiliki fitrah yang sudah terinstal oleh Sang Pencipta. Sebagai orang tua, pemegang amanah terbesar dariNYA harus menjaga fitrah dan menumbuhkannya sesuai perkembangan usia anak.

Cedera fitrah pada anak akan sangat berpengaruh kepada perkembangan anak ketika telah mencapai masa aqil balighnya. Anak yang tercederai fitrahnya dapat mempengaruhi kehidupan sehari-harinya dan kehidupan sosialnya.

Fitrah seksualitas menjadi salah satu fitrah yang harus ditumbuhkan oleh orang tua sejak dini. Saat fitrah seksualitas tumbuh sesuai dengan perkembangan usia anak, maka saat anak mencapai usia aqil baligh, anak dapat bertanggung jawab terhadap identitas seksual yang telah Allah berikan kepadanya.

Sex education tak hanya memberikan pemahaman kepada anak mengenai kehidupan seksualnya. Dengan sex education juga anak akan belajar tentang aqidah dan keimanan, ibadah, dan juga tentang akhlak. Sehingga kelak anak akan menjadi manusia yang beradab dan jauh dari segala kejahatan dan perilaku seksual menyimpang.

Peran orang tua dalam menumbuhkan fitrah seksualitas anak harus terus dijalankan. Meskipun fitrah akan terlihat dengan sendirinya, orang tua dan lingkungan harus tetap terlibat agar pertumbuhannya baik sesuai dengan tahapannya.

Bagaimana jika fitrah seksualitas anak tercederai?

Pengaruh lingkungan dan kurang pedulinya orang tua terhadap kehidupan seksualitas anak dapat menyebabkan fitrah seksualitas anak terlewat bahkan cedera. Berbagai permasalahan muncul sebagai akibat dari fitrah anak yang tercederai. Sebagai contoh, anak yang tinggal di lingkungan lokalisasi memiliki skema pemikiran bahwa melakukan hubungan seksual di luar pernikahan merupakan hal yang wajar. Sehingga tak jarang anak di lingkungan lokalisasi akan melanjutkan hidupnya sebagai pelaku yang terlibat di daerah lokalisasinya.

Tazkiyatun nafs atau pensucian jiwa menjadi salah satu cara untuk mengembalikan fitrah seksualitas anak yang sudah tercederai. Tazkiyatun nafs bertujuan agar ruh dan hati menjadi lebih bercahaya. Sehingga orang tua yang telah melakukan tazkiyatun nafs akan lebih mudah mengembalikan fitrah seksualitas anak yang tercederai atau menyusulkan fitrah anak yang terlewatkan.

Saat tazkiyatun nafs ini berhasil, akan nampak perubahan yang berdampak pada makin menguatnya rasa optimisme dan rasa rileks sekaligus semangat dalam memperbaiki diri. Sehingga saat tazkiyatun nafs ini berhasil, orang tua dan anak akan merasakan dampak yang positif dalam kehidupannya.

Dengan tazkiyatun nafs yang dilakukan oleh orang tua akan berdampak pada kesadaran orang tua dalam mendampingi dan mendidik anak. Dalam hal ini, sex education menjadi kunci dalam menumbuhkan fitrah seksualitas anak.

Saat proses tazkiyatun nafs ini berhasil, hal yang merasakannya pun tak hanya oleh salah satu orang saja. Selain diri sendiri yang bisa merasakan dampak dari pensucian jiwa ini. Anak juga akan mendapatkan pendidikan yang selayaknya ia dapatkan sesuai dengan perkembangan usia anak. Pasangan pun juga akan merasakan dampaknya. Jiiwa menjadi tenang, lebih bebas dam merdeka, dan tidak takut terhadap apapun selain kepada Allah. Sehingga diri sendiri bisa menghadirkan rasa optimisme dan rileks dan harapaan tertingginya hanya digantungkan kepada Allah.

Tahapan Fitrah Seksualitas Anak dan Cara Pemberian Sex Education

Fitrah seksualitas harus ditumbuhkan sedini mungkin. Bahkan saat anak masih bayi dan belum mampu berbicara dan berjalan, orang tua harus mulai menumbuhkan fitrah seksualitas anak.

Pemberian sex education pada anak harus disesuaikan dengan perkembangan usia anak. Anak yang mengerti dan memahami tentang dunia seksualitasnya akan lebih bertanggungjawab terhadap identitas seksual yang telah diberikan kepadanya. Sehingga penyimpangan terhadap fitrah seksualitas anak dapat dihindari.

Sex Education pada Anak Usia 0-2 Tahun

Jika banyak anggapan bahwa sex education dimulai saat anak menginjak usia baligh, maka anggapan tersebut kurang tepat. Sex education bisa dimulai sejak anak lahir di dunia.

Pada tahap awal inilah pembentukan fitrah seksualitas anak di mulai. Dari tahap awal ini nanti fitrah seksualitas, fitrah keimanan, dan fitrah perkembangan anak mulai terbentuk.

Menyusui, Langkah Pertama Sex Education pada Anak

Menyusui menjadi langkah awal pendidikan seksualitas pada anak. Dengan menyusui, maka fitrah anak mulai terbentuk. Saat menyusui inilah, anak akan merasakan kenikmatan menghisap ASI melalui puting ibu. Di sinilah cikal bakal fitrah seksualitas anak mulai terbentuk.

Menyusui secara langsung selain memiliki beberapa manfaat bagi ibu dan anak juga bisa menumbuhkan fitrah keimanan pada anak. Dengan menyusui langsung, anak belajar mengenal keimanan untuk yang pertama kalinya. Sehingga bisa menguatkan perkembangan fitrah seksualitas pada anak kelak di usia aqil balighnya.

Selain itu, dengan menyusui secara langsung diharapkan anak dapat mengetahui batasan aurat sejak dini. Pada saat menyusui, hanya anak yang disusui sajalah yang diperbolehkan melihat aurat ibu bagian atas. Jika memiliki anak sebelumnya (baca: kakak), sang kakak tidak diijinkan melihat aurat ibu bagian atas dan menyusui hanya dilakukan dan dinikmati oleh ibu dan anak bayinya saja. Sehingga terjalin keintiman hubungan antara ibu dan anak bayinya dan di sinilah bonding anak dan ibu terbentuk.

Penguatan bonding antara ibu dan anak pun mulai tumbuh dengan menyusui secara langsung. Bagi anak laki-laki, bonding akan berpengaruh di usia aqil balighnya, anak laki-laki sudah memiliki cinta pertamanya, yaitu dengan ibunya. Sehingga anak akan terhindar dari bahaya pergaulan dengan lawan jenis hingga kepada terhindarnya anak pada penyakit menular seksual, terlebih khusus penyakit HIV/AIDS. Sedangkan bagi anak perempuan, menyusui secara langsung akan berdampak selain untuk meningkatkan rasa kepuasan anak juga untuk mengajarkan sifat feminin pada anak.

Penguatan bonding ini tidak hanya akan dirasakan saat anak masih berusia dini saja. Penguatan bonding akan berasa ketika anak mencapai usia aqil baligh. Tentunya di sini banyak manfaat yang dirasakan anak dan ibu. Sehingga hubungan birrul walidain antara anak dan ibu akan terjalin hingga ajal menjemput.

Bagaimana jika sang ibu tidak bisa menyusui secara langsung?

Beberapa penelitian terbukti bahwa dengan menyusui, kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi. Selain itu, banyak manfaat lain yang bisa dirasakan ibu dan anak.

Menyusui merupakan sebuah kemampuan alami yang dimiliki oleh seorang ibu. Jadi, tidak ada alasan bagi seorang ibu untuk tidak memberikan anugerah dari Allah dengan memberikan susu formula pada anaknya. Secara alami, ASI terbentuk bergantung pada kebutuhan bayi akan ASI (supply on demand). Semakin banyak ASI yang dikeluarkan, maka semakin banyak pula produksi ASI.

Bagi ibu pekerja memberikan ASI perah jauh lebih banyak manfaatnya dibanding dengan memberikan susu formula. Selain produksi ASI bisa terjaga, saat ibu pekerja kembali ke rumah bisa menikmati romantisme dengan anak dengan menyusui secara langsung.

Tidak ada komentar