Menuju Air Terjun Jurang Nganten, Wisata Alam Pegunungan Asri di Jepara

Jepara sebagai kota yang dikenal wisata baharinya yang eksotis, kini menyimpan banyak wisata alam pegunungan yang tak kalah indahnya. Meski hanya wisata bahari yang secara langsung dikelola pemerintah daerah dan munculnya desa-desa wisata di pesisir pantai utara Jawa ini  tak lantas membuat daerah yang berada di pegunungan Muria kehilangan pesona wisatanya.

Seperti biasanya, saya dan keluarga kecil saya mencoba untuk mengeksplore keindahan Jepara di sisi wisata alam pegunungan. Kemarin (10 Desember 2017), pilihan kami jatuh ke sebuah desa di kecamatan Pakis Aji yang bernama desa Tanjung. Memang bukan termasuk salah satu desa wisata seperti desa Tempur di kecamatan Keling. Tapi di desa Tanjung ini ada sebuah air terjun yang masih sangat asri, bernama air terjun Jurang Nganten.

Menuju air terjun Jurang Nganten ini, banyak akses yang bisa dipilih. Saya sendiri memilih akses melalui rute alternatif menuju kecamatan Bangsri. Bisa juga dengan menuju kota dan belok dari taman Kerang (SMIK) menuju desa Lebak. Akses jalan menuju desa Tanjung ini tergolong sudah baik, tidak ada jalan berlubang. Dari rute jalur alternatif ini sudah ada papan penunjuk jalan menuju arah desa Tanjung. Sekitar 3km dari rute jalur alternatif ini (lebih dikenal dengan pertigaan desa Bringin), kami dapat menikmati asrinya desa Tanjung. Mungkin karena bukan jalur masuk utama, tidak ada plang pembatas desa.

Desa Tanjung ini berbeda dengan desa-desa lain yang ada di kabupaten Jepara. Sebagian besar wilayahnya terdiri dari hutan dan perkebunan. Rumah warga pun bukan rumah yang saling berdekatan dan sebagian masih bertembok kayu. Akses jalan di desa ini pun bukan terbilang akses jalan yang mulus. Sebagian sudah diaspal dan sebagian besar jalan yang lain masih berupa bebatuan dan tanah.

Menuju air terjun Jurang Nganten ini kami sempat tersesat karena tidak adanya papan penunjuk jalan. Berbekal insting, kami mencari jalan yang sekiranya menuju puncak bukit dan mencari warga untuk bertanya arah menuju air terjun. Jalan yang tergolong sepi dan rumah warga yang jarang menjadi kesulitan kami untuk menemukan sang primadona di desa ini.



Melewati jalan berbatu, kami menemukan sebuah rumah dan menanyakan arah menuju air terjun. Cukup mudah arahnya, hanya saja untuk mencapai air terjun dibutuhkan usaha ekstra karena jalan yang dilewati seperti jalan yang baru saja dibuka oleh warga. Perjalanan berlanjut menuju pintu masuk air terjun, kami disuguhkan pemandangan yang cantik. Di bawah terlihat sebuah desa dan yang paling menakjubkan buat kami adalah hutan di sini sangatlah lebat, tak ada yang gundul ataupun bekas dibakar warga untuk membuka lahan baru. Jalan berbatu dan lumayan licin saat musim penghujan ini membuat kami harus tetap waspada. Apalagi jalanan tergolong jalan sepi yang jarang sekali warga yang lewat.

Suasana di desa Tanjung


Di pintu masuk menuju air terjun Jurang Nganten ini, kami disambut oleh bapak-bapak yang umurnya sudah tidak lagi muda. Kami menanyakan apakah bisa melewati jalanan dengan menggunakan sepeda motor apakah harus parkir di sini. Kata bapaknya bisa memakai sepeda motor. Dengan membayar tiket sebesar tiga ribu rupiah saja untuk kami bertiga sangatlah terjangkau, apalagi sepeda motor bisa masuk ke dalam menuju air terjun yang lebih dekat. Serasa mendapat air sejuk karena kami tidak perlu repot-repot berjalan kaki ditambah kalau anak sudah capek harus menggendongnya.

Perjalanan sekitar 1 kilometer dari pintu masuk menuju air terjun. Jalan yang berasal dari tanah plus licin karena hujan membuat kami harus ekstra hati-hati. Ditambah jalan yang sempit yang disampingnya hanya ada tebing dan jurang membuat perjalanan harus waspada, apalagi kalau ada sepeda motor lain yang papasan. Bagi saya yang membonceng, perjalanan seperti ini cukup membuat adrenalin saya berpacu cukup kencang. Di tengah hutan yang tidak berpenghuni dan tidak ditemukannya pengunjung lain di tempat ini membuat kami selalu waspada terhadap ular. Meski panorama yang disajikan sangatlah indah. Sayangnya, saya tidak mengabadikan moment ini karena kewaspadaan kami.

Perjalanan kami terhenti karena sudah tidak ada lagi jalan yang harus kami tempuh. Hanya ada jalan berbatu menanjak menuju air terjun Jurang Nganten. Sekitar 100 meter jalan yang ditempuh. Cukup ringan untuk bisa mencapai air terjun yang lokasinya menurut kami sangatlah tersembunyi.

Air terjun Jurang Nganten

Air terjun Jurang Nganten ini seperti air terjun bertingkat, kita bisa berfoto di tengah-tengah air terjun ini. Aliran airnya tidak terlalu deras dan dibagian dasarnya bisa dipakai untuk bermain air ataupun berenang. Ada juga spot untuk selfie ataupun wefie yang terbuat dari kayu dan akar tanaman.

Salam mbolang dari keluarga kecil kami

Yang dapat kami simpulkan dari perjalanan menuju air terjun Jurang Nganten:
1. Rekomen bagi keluarga yang ingin mengajak batitanya. Tak perlu jalan jauh dan tak perlu gendong menggendong
2. Jalan lumayan sempit dan licin saat musim penghujan. Bagi yang ingin membawa sepeda motor harap hati-hati
3. Salah satu wisata yang tak banyak mengeluarkan uang dan hasil yang didapatkan so beautiful

#onedayonepost
#nonfiksi

Mengapa Saya Harus Menjadi Fasilitator?

Menjadi fasilitator merupakan sebuah tantangan bagi saya. Dimana saat menjadi fasilitator, kita harus siap mental dan ilmunya. Meski bagi saya menjadi fasilitator adalah sebuah jembatan ilmu. 

Sama-sama menjadi murid,
Sama-sama menjadi guru

Fasilitator merupakan salah satu pembimbing kelompok, dimana banyak tantangan yang harus dihadapi. Mulai dari keanekaragaman karakter individu dalam sebuah kelompok yang berbaur menjadi satu. Di sinilah peran fasilitator untuk membimbing dan mengarahkan agar terjadi kesepakatan dan kepemahaman bersama.

Di dalam sebuah kelompok yang beranekaragam individu pastilah ditemukan berbagai karakter, mulai dari yang sangat aktif sampai yang hanya aktif jika disentil saja. Meningkatkan partisipasi peserta merupakan peran dari seorang fasilitator. 

Menjadi fasilitator tak hanya menjawab pertanyaan dari peserta. Menjadi seorang fasilitator pun harus memotivasi peserta adgar ruhnya dalam kelompok tidak hilang. Membuat suasana kelompok menjadi hangat dan timbul rasa persaudaraan meski bukan saudara sekandung.

Saat menjadi mahasiswa dulu, saya pernah bertugas sebagai fasilitator untuk menemukan sebuah masalah kesehatan yang terjadi di sebuah desa. Siap tidak siap saat itu hanya ada dukungan dari teman, dan semuanya pun membantu dengan menuliskan apa saja yang perlu saya sampaikan dalam proses fasilitasi.

Kalau sekarang harus diminta menjadi fasilitator, saya akan jawab, "SAYA SIAP". Karena menjadi fasilitator merupakan salah satu cara untuk memperdalam ilmu. Dimana ada ilmu baru yang akan didapatkan, mulai dafi ilmu tentang mengenali karakter hingga memperdalam ilmu yang sudah pernah kita dapat sebelumnya.

Dengan adanya fasilitator akan terbentuk suatu komunitas Ibu Profesional. Dimana jika ingin menjadi member ibu profesional harus melewati tahap kelas matrikulasi. Dalam kelas matrikulasi ada fasilitator yang mendampingi peserta dalam menuntut ilmu. Yang mana peserta yang lulus akan menjadi member ibu profesinal kota/daerah yang akan menentukan keberlangsungan komunitas ibu profesional di kota/daerah.

Tentang strategi dan rencana fasilitasi kelas, pertama saya harus memperkenalkan diri dan mengenal seluruh peserta kelas.

Karena ada pepatah,
Tak kenal, maka tak sayang

Setelah mengenal, saya akan mencoba menghangatkan kelas agar suasana belajar menjadi lebih mengasyikkan sehingga peserta bisa termotivasi dan bersemangat dalam menuntut ilmu.

Kalau dulunya saja bertindak sebagai fasilitator langsung berhadapan dengan individu lain. Bedanya dengan sekarang adalah berhadapan dengan layar vitual, dimana karakter asli bisa saja terselubung. Ini salah satu kekhawatiran saja tidak bisa berbaur dan terjadi kesalahpahaman proses fasilitasi kelas. Selain itu, masalah gadget  time dan kekurang pedean saya dalam menanggapi pertanyaan peserta menjadi kekhawatiran saya berikutnya. Ya, karena ilmu saya di ibu profesional ini belum terlalu banyak mengharuskan saya harus lebih sering terlibat dalam kegiatan IIP dan lebih banyak membaca.



Awal-awal mengikuti training fasilitator ini saya agak ngos-ngosan. Dimana ada 13 materi yang siap dikunyah dalam waktu 2 minggu ditambah lagi saya harus tandem di kelas matrikulasi kordi membuat saya agak sedikit kelimpungan dalam mencerna materi yang diberikan. Belum ada pengalaman menjadi fasilitator di ibu profesional membuat saya sedikit minder dengan teman yang lain. Tapi itu tak bertahan lama, saya harus bangkit dan mulai mengunyah materi yang telah diberikan. Meski agak kurang aktif di grup dan selalu telat dalam mengunyah, saya harus menjadikan hasil kunyahan saya ini benar-benar masuk dalam diri saya sehingga bisa dipraktekkan saat terjun memfasilitasi kelas.

Ditulis di Jepara, 8 Desember 2017
Oleh Alif Kiky Listiyati berasal dari Jepara, sekarang masih menjabat sebagai admin grup WAG yang insyaa Allah akan menjabat sebagai manager online IIP Jepara

[REVIEW] OLAY TOTAL EFFECT DAY CREAM

Ini postingan pertama aku tentang skincare. Yeeyyy..

Masih newbie banget tentang review produk. So check this out...

Di usia saya yang sudah mencapai 25 tahun. Saya berharap tidak cepat mengalami penuaan dini. Paling ribet nanti kalau sudah berkerut dan kulitnya mulai kendur. Maka dari itu, setelah googling saya memantapkan diri untuk membeli OLAY TOTAL EFFECT DAY CREAM. Kala itu saya membeli di sebuah koperasi serba usaha di dekat rumah. Dan karena masih minim llpengetahuan tentang skincare, saya mencoba membeli yang ukuran paling kecil, 8gram. Waktu itu, saya membeli dengan harga hampir 30ribu. Yang menurut saya lumayan mahal untuk ukuran yang amat kecil.


Olay total effect ini diklaim bisa mengatasi 7 tanda penuaan, memgurangi garis halus dan timbulnya kerutan, dan menyamarkan pori-pori besar. Selain itu, krim ini juga sudah dilengkapi dengan SPF 15. Meski setelah pakai krim ini saya pun tetap memakai sunscreen.

Setelah satu minggu pemakaian, saya merasakan noda bekas jerawat saya semakin memudar. Lumayan cepat untuk krim anti aging yang ternyata efek mencerahkan juga dapat. Hanya saja untuk menyamarkan pori-pori yang besar belum aku rasakan. Mungkin harus lebih intense lagi pemakaiannya. Dan karena aku baru pakai, muncul beruntusan di pipi sebelah kiri, dan saya curiga karena pemakaian krim ini. Hiks..

Tekstur krimnya ringan, tidak bikin berat di wajah. Dan tidak menimbulkan whitecase.

Setelah di apply, seperti ini krimnya. Menyatu dengan warna kulit. Dan gampang menyerap dengan kulit.


PROS:
1. Tidak timbul whitecase
2. Mudah menyerap
3. Ringan
4. Noda bekas jerawat cepat hilang

CONS:
1. Lumayan mahal untuk ukuran 8gr
2. SPF terlalu rendah, harus pakai sunblock/sunscreen setelahnya
3. Efek anti aging tidak langsung terasa

Recomended: YES

Repurchase: No, bikin beruntusan di saya

Score: 3,5/5

Membangun Komunitas, Membangun Peradaban (NHW#10_matriks kordi)

Perkenalkan, saya Alif Kiky Listiyati. Sekarang menjadi member ibu profesional wilayah Jepara.

Sekarang ini saya menjabat sebagai admin WAG ibu profesional wilayah Jepara. WAG IIP Jepara terbagi menjadi dua, yaitu grup member dan grup foundation. Meski wilayahnya ada di kabupaten Jepara tetapi, member dan anggota foundation lain seperti dari Kudus, Pati, dan Rembang kumpul menjadi satu dalam naungan IIP Jepara.

Di dalam komunitas ini, banyak sekali latar belakang member dan anggota Jepara. Hingga saat disatukan pun tidak bisa sepemikiran utuh. Meski begitu, kami tetap menjunjung tinggi CoC IIP dari pusat. Jika terdapat satu anggota yang menyeleweng tetap diberi instruksi dan arahan sesuai dengan CoC.

Karena banyak wilayah jadi satu di IIP Jepara. Otomatis dari kabupaten lain yang terhambat jarak dan waktu untuk mengikuti kegiatan offline, memanfaatkan WAG ini sebagai salah satu media dalam mempererat silaturahim, brainstorming, dan sarana menuntut ilmu. Dengan catatan masih dalam konteks ilmu ibu profesional.

Tantangan sebagai admin WAG banyak yang saya alami. Misalnya, dalam menyapa member dan brainstorming masih terkendala waktu yang kurang pas. Ataupun banyak yang menjadi silent reader sebelum CoC diterapkan. Meski setelah disosialisasikan CoC masih ada beberapa yang silent reader, terkadang kami memaklumi karena kesibukan para member yang berbeda-beda.

Dari hasil temu bakat (st30), potensi saya adalah seorang analis, komunikator, creator, designer, evaluator, jurnalis, dan strategist. Dari potensi bakat yang saya temukan, saya mensyukuri apapun itu pemberian Allah. Memanfaatkan kemampuan saya untuk kebaikan komunitas. Mencoba menggali lebih dalam tentang bakat saya dan memaksimalkan untuk komunitas dan peradaban.

Dari bakat tersebut saya menggali untuk lebih interaktif dan berkomunikasi produktif dengan member WAG. Membuat tulisan penyemangat ataupun hanya membuka grup di pagi hari.

Harapan saya untuk IIP Jepara adalah semakin bertambahnya member, baik member IIP ataupun member foundation. Sehingga, saya dapat lebih banyak mengenali karakter orang.

Untuk ke depan, semoga saya lebih baik lagi dalam menjadi admin WAG. Konsisten, adalah kunci utama membangun komunitas ini. Lebih mengakrabkan dengan member dan membuat hangat WAG.

FOR THINGS TO CHANGE, I MUST CHANGE FIRST



Menstimulasi anak gemar membaca tidak harus menunggu anak bisa membaca. Stimulasi ini bisa dilakukan saat anak masih dalam kandungan. Karena dalam ketrampilan pertama yang harus dimiliki anak adalah kemampuan mendengarkan. Stimulasi ini pun harus dilakukan sampai anak lahir.

Kali ini, tantangan di game level 5 adalah For Things to Change, I Must Change First.
Bahwa untuk bisa mengubah dunia. Ubahlah diri sendiri yaitu dengan banyak-banyak baca. Seperti kita tahu bahwa buku adalah jendela dunia. Dimana banyak hal yang belum mampu kita dapatkan di dunia secara riil, dan dengan membaca kita dapat mengetahuinya.

Meski dalam 17 hari ini agak loyo karena kondisi badan tak fit. Adek mengkhatamkan 26 buku. Dengan pengulangan buku di hari selanjutnya. Terkadang memang untuk membaca buku yang ringan bisa sampai 3 buku sehari. Tapi untuk buku yang berat harus berhari-hari. Apalagi baca bukunya kalau disambi belajar. Harus diulang dan diulang lagi.

Dan ini pohonnya, banyak daun yang berguguran karena kena angin 😀


#aliranrasa
#gamelevel5
#kuliahbunsayiip
#ForThingsToChangeIMustChangeFirst

Tahu Bulat Sebabkan Kebakaran SPBU


Rabu malam, 8 November 2017 dikabarkan terjadi sebuah kebakaran di SPBU Atlantis desa Sengonbugel kecamatan Mayong. Namun, hal ini ditepis oleh kapolsek Mayong, AKP Karman. Beliau mengadakan penyidikan kebenaran kabar dari dunia maya tersebut. Menurutnya, memang benar terjadi kebakaran di SPBU Atlantis Mayong, tapi hanya membakar terpal bagian atas mobil penjual tahu bulat.

Kronologisnya, mobil penjual tahu bulat sedang melakukan pengisian bahan bakar berjenis pertalite. Saat bahan bakar diisikan ke mobil, tiba-tiba api menyala membakar terpal atas mobil. Dengan sigap, petugas keamanan berhasil memadamkan api. Diduga, api berasal karena kompor yang digunakan untuk menggoreng tahu bulat masih menyala. Dengan cepat, saat bahan bakar diisikan ke mobil uapnya menyebar membakar terpal mobil.


Mengikat Ilmu dengan Menulis


Menulis merupakan salah satu sarana pengikat ilmu yang telah kita dapat. Ilmu yang yang telah ditulis dapat dikenang dan diwariskan kepada anak dan cucu. Sedangkan ilmu yang didapat tanpa ditulis mudah hilang seketika.

Otak manusia memiliki keterbatasan memori. Seiring bertambahnya umur, kemampuan menyimpan memori dalam otak menjadi semakin berkurang. Untuk mengantisipasi agar ilmu yang didapat saat tua tidak hilang dan lepas dari ingatan adalah dengan menulis.

Menulis ilmu yang telah didapat tidak harus saklek. Boleh ditulis sesuai yang paling mudah kita mengerti. Tak harus dalam bentuk narasi. Menulis ilmu bisa dengan gambar (misal, doodle) ataupun menggunakan diagram. Pilih sekiranya yang menurut kita bisa dan paling mudah kita mengerti, syukur-syukur kalau orang lain pun mudah mengerti apa yang kita tulis.

Tulislah ilmu yang kita dapat dengan rasa bahagia. Menulis dengan rasa bahagia lebih mudah terserap ke dalam otak. Sehingga, ilmu yang kita dapat melalui audio dan kita tuliskan kembali akan jauh lebih tersimpan dalam memori otak dibanding dengan ilmu yang tidak kita tulis.

Menemukan pola menulis sesuai apa yang kita mengerti menjadi sebuah latihan terus menerus. Kita gali apa yang kita miliki dan kita minati. Latih kemampuan menulis kita. Hingga kemampuan menulis kita menjadi semakin lancar.